DPR Desak Perjanjian Bilateral Dengan Arab Saudi

Gedung DPR RI. (Foto: MerahPutih.com/Dicke Prasetia)
MerahPutih.com - Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani Aher menjelaskan alasan dibalik desakan DPR RI ke pemerintah untuk membuat perjanjian bilateral dengan Arab Saudi sebelum mencabut moratorium pengiriman Pekerja Migran Indonesia (PMI).
"Perjanjian bilateral ini penting untuk menghindari terulangnya kasus kekerasan dan ketidakadilan yang dialami para pekerja migran Indonesia di sana. Kita harus belajar dari pengalaman pahit yang menjadi dasar diberlakukannya moratorium pada 2015," kata Netty dalam keterangannya, Jumat (2/5).
“Mencabut moratorium tanpa landasan perjanjian bilateral yang kuat sama saja melepas anak bangsa ke lubang eksploitasi. Jangan ulangi sejarah kelam di mana PMI kita diperlakukan semena-mena tanpa perlindungan hukum yang memadai,” imbuhnya.
Sejak moratorium diberlakukan pada 2015, banyak catatan kasus kekerasan, penyiksaan, bahkan kematian terhadap pekerja domestik asal Indonesia di Arab Saudi.
Baca juga:
Klinik Kesehatan Haji Indonesia Madinah Bersiaga Rawat Jemaah Gangguan Kejiwaan
Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini juga mempertanyakan nasib Sistem Penempatan Satu Kanal (SPSK) yang sebelumnya disepakati antara Indonesia dan Arab Saudi.
“Kalau SPSK mau dihapus atau diubah, mana kajian resminya? Bagaimana evaluasi pelaksanaannya? Jangan sampai kita kembali membuka ruang praktik ilegal, calo, dan perdagangan manusia terselubung,” tegas Netty.
Menurut politisi asal Jawa Barat ini, pencabutan moratorium harus diiringi dengan komitmen nyata dari pemerintah Arab Saudi melalui perjanjian yang mengatur hak dan kewajiban kedua negara secara setara.
“Kita bukan mengirim mesin. Kita mengirim manusia, sebagiannya berstatus ibu dari anak-anak, tulang punggung keluarga, warga negara yang punya hak untuk dilindungi,” ujarnya.
Baca juga:
MUI Diminta Segera Keluarkan Fatwa Penyembelihan Dam Jamaah Haji
Netty menjelaskan bahwa perjanjian bilateral yang dimaksud harus memuat beberapa hal pokok penting.
"Seperti standar perlindungan hak asasi PMI, termasuk jam kerja yang manusiawi, tempat tinggal layak, dan jaminan kesehatan. Mekanisme penyelesaian sengketa yang adil dan cepat. Akses ke layanan bantuan hukum serta kepastian sistem perekrutan yang transparan dan bebas dari praktik percaloan," pungkasnya. (Pon)
Bagikan
Ponco Sulaksono
Berita Terkait
KPU Sewa Jet Pribadi Rp 90 M Saat Pemilu 2024, Komisi II DPR RI Naik Pitam dan Ancam Bongkar Semua Rincian Penggunaan APBN

DPR Dorong Santri Turun Gunung Jadi Agen Ekonomi Inovatif, Enggak Boleh Hanya Dengar Khotbah

Ratusan WNI Berhasil Kabur dari Perusahaan Online Scam di Kamboja

Banggar DPR Soroti 4 Isu Krusial Satu Tahun Pemerintahan Prabowo-Gibran

DPR Dukung Instruksi Presiden soal Pupuk Berkualitas dan Terjangkau

Jangan Cuma Tulis 'Renyah dan Gurih', Literasi Jadi Kunci UMKM Kaya Mendadak

Putusan MK 'Paksa' Revisi UU ASN, DPR Tegaskan Perlunya Pembentukan Lembaga Independen Baru untuk Awasi Sistem Merit

Polisi Malaysia Selamatkan 49 WNI Perempuan dari Perdagangan Orang, Ada Yang Sudah 13 Tahun Dipekerjakan

Israel Langgar Gencatan Senjata, DPR Minta Pemerintah Indonesia Lantang Bersuara

DPR Sebut Swasembada Pangan Cuma Omong Kosong Tanpa Hal Ini
