Dampak Negatif Mengandalkan Media Sosial Sebagai Sumber Informasi

P Suryo RP Suryo R - Kamis, 11 November 2021
Dampak Negatif Mengandalkan Media Sosial Sebagai Sumber Informasi

Warganet yang cari berita di sosial media cenderung membatasi diri dari sumber berita lain. (Foto: Pexels/Magnus Mueller)

Ukuran:
14
Audio:

SEBAGIAN besar warganet mengandalkan media sosial sebagai sumber informasinya. Mulai dari berita tentang selebriti hingga berita seputar kesehatan.

Sangat mudah mendapatkan sebuah informasi dari berita yang melenggang secara bebas melalui feed. Dimanjakan oleh kemudahan mendapatkan berita di sosial media membuat kita enggan mencari berita yang berasal dari jurnalisme yang baik.

Baca Juga:

4 Kemampuan Penting yang Mampu Tingkatkan Literasi Media

media
Warganet merasa cukup mendapatkan informasi melalui sosial media. (Foto: Pexels/picjumbocom)

Ketika kita terbuai dengan keyakinan bahwa kita tidak perlu lagi mencari jurnalisme yang baik, kita bisa menjadi bagian dari masalah ketidaktahuan dan berujung pada jebakan hoaks. Dan kita dapat membuat penilaian etis yang kurang tepat tentang para pencari berita yang sesungguhnya.

Di tahun 2018, Newman menyebutkan lebih dari 60 persen warganet mengandalkan seluruhnya atau sebagian pada platform media sosial untuk sumber berita mereka. Banyak orang-orang itu percaya bahwa mereka memiliki "diet berita" yang baik.

Pada kenyataannya mereka terjebak pada berita keliru. Parahnya lagi, sebagian besar cenderung merasa ahli beropini atau menjadi pakar daripada pelaporan berita yang sebenarnya. Lebih lanjut, apa yang mereka lihat di feed mereka tidak dirancang untuk meningkatkan kesadaran mereka akan dunia dan lebih untuk mengawasi platform media sosial.

Menurut Bazelon, konten yang memicu emosi panas cenderung berhasil menghasilkan klik dan berbagi. Itulah yang cenderung dipromosikan oleh algoritme platform. "Penelitian menunjukkan kebohongan lebih cepat menjadi viral daripada pernyataan yang benar,” tutur Bazelon.

Media sosial menawarkan ilusi literasi berita tetapi apa yang sebenarnya diberikannya hanyalah sedikit kebenaran yang menyenangkan. Ia menjadi jendela dunia yang setengah tertutup. Ketergantungan akan media sosial kita yang berlebihan menggoda kita untuk membuat pernyataan tentang dunia, tentang jurnalisme.

Baca Juga:

Literasi Media Sebagai Pendekatan Abad ke-21

media
Warganet yang mengandalkan sosial media untuk sumber informasi sering terjebak dalam hoax. (Foto: Pexels/Andrew Neel)

Banyak warganet yang mempertanyakan, "Mengapa media tidak meliput ini?" ketika sebuah berita panas lebih cepat mencuat di sosial media. Padahal, kenyataannya, jurnalis telah meliput berita yang dipermasalahkan. Sayangnya, pekerjaan mereka tidak pernah muncul di akun media sosial atau seluruh dunia tidak mencurahkan banyak perhatian padanya.

Salah satu fakta menyedihkan yang begitu menyesatkan adalah ketika warganet mulai percaya bahwa berita apa pun yang mereka dilihat di sosial media dirasa sudah cukup dan komprehensif. "Ketergantungan saya yang berlebihan pada sosial media menimbulkan perasaan bahwa saya lebih terinformasi," ujar Gil de Zuñiga. Menurut Gil de Zuñiga, orang-orang dengan konsep berpikir demikian juga kurang termotivasi untuk memilih.

"Ini juga telah dikaitkan, secara terbatas, dengan sinisme politik," ujar pakar komunkasi lainnya, Diehl. Lebih lanjut, orang-orang yang sangat bergantung pada umpan media sosial mereka lebih rentan terhadap berita tabloid dan informasi yang salah.

Dan itu bisa dibilang bencana bagi sejumlah besar jurnalisme penting yang diproduksi setiap hari. Jika orang yang berorientasi dengan sosial media tinggi merasa tidak perlu berusaha untuk menemukannya, mereka lebih percaya diri melontarkan penilaian yang tidak tepat tentang berita yang tidak mereka lihat. Literasi berita, dengan kata lain, seringkali menjadi mata rantai yang hilang dalam etika media.

Ada alasan moral penting untuk menolak siklus kepercayaan palsu di media sosial dan untuk benar-benar mencari jurnalisme yang baik. Aristoteles mengartikulasikan kewajiban moral untuk menumbuhkan karakter yang baik sehingga kita dapat berkontribusi kepada masyarakat sebagai warga negara yang berbudi luhur. Di antara tugas yang dikatakan oleh filsuf W.D. Ross yang kita semua miliki adalah tugas untuk perbaikan diri. (avia)

Baca Juga:

Literasi Media dan Digital, Kini Jadi Keterampilan yang Sangat Dibutuhkan

#Lipsus Literasi Oktober #Literasi
Bagikan
Ditulis Oleh

Iftinavia Pradinantia

I am the master of my fate and the captain of my soul

Berita Terkait

Lifestyle
UOB My Digital Space Bekali 90 Ribu Pelajar Indonesia dengan Keterampilan Digital, Gandeng Ruangguru sebagai Mitra
Program ini merupakan bagian dari inisiatif regional UOB My Digital Space, yang bertujuan mempersempit kesenjangan digital serta menghadirkan akses pembelajaran berkualitas bagi generasi muda.
Dwi Astarini - Kamis, 21 Agustus 2025
UOB My Digital Space Bekali 90 Ribu Pelajar Indonesia dengan Keterampilan Digital, Gandeng Ruangguru sebagai Mitra
Indonesia
Cegah Anak Kecanduan Ponsel, Masjid-Masjid di Jakarta Bikin Pojok Baca
Keberadaan pojok baca di lokasi-lokasi strategis bisa menumbuhkan minat baca
Wisnu Cipto - Rabu, 30 Juli 2025
 Cegah Anak Kecanduan Ponsel, Masjid-Masjid di Jakarta Bikin Pojok Baca
Fun
Gerakan Literasi Masyarakat (GELIAT) Tanamkan Budaya Literasi pada Anak-Anak
Pembudayaan literasi anak berkaitan erat dengan minat bacanya.
Hendaru Tri Hanggoro - Kamis, 07 September 2023
Gerakan Literasi Masyarakat (GELIAT) Tanamkan Budaya Literasi pada Anak-Anak
Fun
Perpusnas Writers Festival Bangkitkan Literasi di Kota Bandung
Menulis Mengukir Peradaban.
P Suryo R - Kamis, 07 September 2023
Perpusnas Writers Festival Bangkitkan Literasi di Kota Bandung
Indonesia
Banggar DPR Sebut OJK Perlu Tingkatkan Literasi Keuangan Waspadai Pinjol Ilegal
Wakil Ketua Badan Anggaran DPR RI Cucun Ahmad Syamsurijal mendukung upaya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang melakukan sosialisasi langsung ke masyarakat dalam upaya untuk meningkatkan literasi keuangan.
Mula Akmal - Senin, 26 Desember 2022
Banggar DPR Sebut OJK Perlu Tingkatkan Literasi Keuangan Waspadai Pinjol Ilegal
Fun
Pentingnya Literasi Digital untuk Cegah Kejahatan
Kuasai literasi digital agar tidak mudah menjadi korban kejahatan digital.
Andreas Pranatalta - Jumat, 18 November 2022
Pentingnya Literasi Digital untuk Cegah Kejahatan
Fun
JILF 2022 Gabungkan Sastra dengan Kota Jakarta
Jakarta International Literary Festival mengangkat tema 'Kota Kita di Dunia Mereka'.
Ananda Dimas Prasetya - Kamis, 20 Oktober 2022
JILF 2022 Gabungkan Sastra dengan Kota Jakarta
Bagikan