CSIS Sarankan Pemerintah Tunda Kenaikan PPN 12% Tahun Depan


Kanwil DJP Jawa Tengah membuka pelayanan pelaporan pajak di Mal Solo. (Foto: MP/Ismail)
MerahPutih.com - Rencana Pemerintah untuk menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen tahun depan menuai kritik dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS).
Ekonom Senior CSIS Deni Friawan meminta pemerintah menundah kenaikan PPN karena terjadi penurunan daya beli masyarakat dalam kondisi perekonomian domestik saat ini d
"Menurut kami itu (PPN 12 persen) perlu di-review kembali, karena dengan kondisi daya beli yang lemah saat ini, ketika kita menaikkan PPN itu akan berdampak lebih parah ke perekonomian yang akibatnya instead of menaikkan penerimaan, tapi gara-gara ekonomi yang turun penerimaan malah jadi berkurang," kata Deni, saat media briefing CSIS terkait RAPBN 2025 di Jakarta, Senin (19/8).
Deni memaparkan, sebenarnya alasan Pemerintah dalam menaikkan PPN 12 persen bisa dipahami, yakni untuk menggenjot penerimaan negara dan rasio pajak. Dia pun menyetujui penerimaan negara dari segi perpajakan saat ini cenderung masih lesu dengan rasio pajak atau tax ratio yang turun di level 10,12 persen.
Baca juga:
PPN bakal Naik 12 Persen, DPR Sebut Daya Beli Masyarakat Terpukul
Kementerian Keuangan hingga Juli 2024 telah mencatat total penerimaan negara mencapai Rp 1.545,4 triliun atau 55,1 persen dari target APBN. Namun, terdapat kontraksi sebesar 4,3 persen dibandingkan tahun lalu. Berdasarkan data tersebut, total penerimaan pajak hingga Juli 2024 mencapai Rp 1.045,32 triliun atau setara 52,56 persen dari target APBN.
"Dari sisi penerimaan kita menyadari bahwa kita butuh peningkatan penerimaan, tax ratio masih sangat rendah hanya sekitar 10 persen-an dan itu lebih rendah dibanding zaman SBY (Susilo Bambang Yudoyono). Tapi itu tidak berarti ketika kita mau meningkatkan penerimaan pajak yang dilakukan adalah peningkatan PPN 11 jadi 12 persen," papar Deni, dikutip Antara.
Sementara, Direktur Eksekutif CSIS Yose Rizal Damuri mengatakan, aturan kenaikan PPN 12 persen sebagaimana termaktub dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) sebenarnya tidak harus dijalankan, tetapi hanya diberikan opsi dalam menaikkan PPN.
Keputusan untuk diterapkan atau tidaknya, menurutnya, perlu untuk mempertimbangkan kondisi perekonomian saat ini. "Tetapi bisa aja enggak dijalankan juga dengan melihat berbagai fiscal space yang ada. Kita enggak tahu di sini apakah anggaran itu dibangun dengan asumsi bahwa PPN-nya akan naik jadi 12 persen atau enggak," tandas Yose. (*)
Bagikan
Wisnu Cipto
Berita Terkait
Menkeu Sri Mulyani Pastikan Tidak Ada Kenaikan Pajak Baru di 2026

Langkah Konkret Yang Bisa Diambil Pemerintah Saat Rakyat Demo, Salah Satunya Turunkan Pajak Jadi 8 Persen

Pengusaha Sambut Diskon Pajak Hotel dan Restoran di Jakarta, Putaran Ekonomi Bisa Naik

Fraksi PSI DKI Apresiasi Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung Beri Diskon Pajak Restoran dan Perhotelan, Berharap Tingkatkan Penyerapan Tenaga Kerja

[HOAKS atau FAKTA]: Penghasilan Pekerja Seks Komersial Kena Pajak dari Pemerintah
![[HOAKS atau FAKTA]: Penghasilan Pekerja Seks Komersial Kena Pajak dari Pemerintah](https://img.merahputih.com/media/b4/51/d5/b451d58a3a8276de745449d5505e8d95_182x135.jpg)
Gubernur Pramono Beri Keringanan Pajak Hotel 50 Persen hingga September 2025

Kondisi Rakyat Tidak Baik, Banggar DPR Ingatkan Pemerintah Tidak Naikkan Pajak

PBB-P2 Naik di Mana-Mana, Anggota DPR Sebut Biang Keroknya UU HKPD dan Pemotongan DAU

Pemkab Bekasi Ikut Perintah Gubernur Jabar Hapus Tunggakan Pajak Bumi dan Bangunan

Akui Target Penerimaan Pajak RAPBN 2026 Rp 2.357 T Ambisius, Sri Mulyani Janji Tak Ada Pajak Baru
