Cerita Kehidupan Bung Karno Dalam Monolog Bung Karno

Wawan Sofyan sedang monolog (Doc. Galeri Indonesia Kaya)
BAGI yang bergelut di dunia seni pertinjukan terntunya akan mengenal nama Wawan Sofyan. Wawan merupakan sutradara dan penulis naskah untuk sejumlah pentas teater, dan pemain monolog. Kali ini, Wawan Sofwan menunjukan kemampuannya dalam pementasan yang bertajuk Monolog Bung Karno: Besok Atau Tidak Sama Sekali di Auditorium Galeri Indonesia Kaya.
Monolog berdurasi 60 menit ini mengisahkan, malam hari menjelang pembacaan teks proklamasi, Sukarno merenungkan kembali perjalanan perjuangannya dalam membebaskan Indonesia dari belenggu penjajahan. Apa itu bangsa? Apa itu kemerdekaan? Berbagai pertanyaan lainnya diangkat dalam monolog ini.
Setelah kekalahan Jepang dari sekutu, para Bapak Bangsa Indonesia merasa kalau tidak melakukan sebuah tindakan revolusioner, maka kemerdekaan yang sudah di depan mata akan terlepas. Acara kemudian ditutup dengan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya yang dinyanyikan secara lantang oleh para penikmat seni di Auditorium Galeri Indonesia Kaya.
"Masih banyak masyarakat Indonesia yang belum mengetahui betul tentang perjuangan bangsa ini untuk bebas dari bentuk penjajahan. Melalui pementasan ini, semoga dapat menginspirasi kita sebagai generasi penerus bangsa untuk meneladani semangat juang Bung Karno dan meneruskan perjuangan para pahlawan untuk Indonesia yang lebih baik," ujar Wawan Sofwan di acara Monolog Bung Karno: Besok Atau Tidak Sama Sekali di Galeri Indonesia Kaya, Minggu (13/8).
Pada 1994, Wawan Sofwan mendirikan sebuah kelompok teater bernama Mainteater untuk melatih dirinya sebagai seorang sutradara dan mengakomodasi monolog pertamanya Oknum. Pada 2002, Wawan membawakan monolog Bung Karno untuk pertama kalinya di Moskow, Rusia, saat mendapatkan beasiswa dari Yayasan Bung Karno.
Dari Moskow itulah Wawan membawa monolog Bung Karno ke Jerman dan Belanda. Selain Bung Karno, Wawan kerap mengangkat tokoh lain seperti Raden Ajeng Kartini, Tan Malaka, dan Inggit Garnasih dalam garapan-garapan monolognya. (*)
Selain artikel ini Anda juga bisa baca Didik Nini Thowok: Tarian Tradisional, Perekat Persatuan Bangsa
Bagikan
Berita Terkait
Mengenang Pramoedya Ananta Toer lewat 'Bunga Penutup Abad'
Mengintip Sesi Latihan Jelang Pementasan Teater Bertajuk Bunga Penutup Abad

Jelang Pertunjukan Teater Bertajuk Bunga Penutup Abad di Jakarta

Teater Koma Bawa Karakter Punokawan Melintasi Ruang dan Zaman dalam Pertunjukan 'Mencari Semar'

Jelang Pementasan Teater Mencari Semar Angkat Cerita Tradisi Punakawan yang Futuristik

Indonesia Kaya Tampil dengan Wajah Baru, Siap Jadi Platform Pioner Lestarikan Seni Pertunjukan Tanah Air yang Lebih Progresif dan Relevan

Panggung Musikal 'Keluarga Cemara' Siap Dipentaskan Kembali
Mengintip Rehearsal Pertunjukan Panggung Musikal Keluarga Cemara di Ciputra Artpreneur

Bersama Fadli Zon, Megawati Hadiri Pertunjukan Teater Seni Musik Imam Al-Bukhari-Sukarno di GKJ

Ketika Romantika Diuji Prahara Politik Nasional Tersaji dalam Teater Musikal 'Mar'
