"Buanglah Sampah pada Tempatnya", Masihkah Efektif Untuk Menjaga Lingkungan?


TPST Bantar Gebang. (MP/Rizki Fitrianto)
"BUANGLAH sampah pada tempatnya." Frasa tersebut seringkali kita dengar sejak duduk di bangku sekolah dasar. Kalimat tersebut membuat kita jadi memaklumi keberadaan sampah. Eksistensi sampah dianggap tak menjadi persoalan apabila dibuang pada tempatnya. Kita berpikir bahwa sampah yang dibuang pada tempatnya akan didaur ulang dan masalah pun selesai. Rupanya, asumsi yang kita yakini selama ini salah besar.
Dari jutaan sampah di seluruh dunia, hanya sembilan persen yang bisa di daur ulang. "Sembilan persen itu dari tahun 1970an hinga 2019. Kecil sekali kemungkinannya untuk mendaur ulang seluruh sampah yang ada di muka bumi," tutur pelopor gerakan diet plastik, Tiza Mafira ditemui di Grand Indonesia, Jakarta Pusat.
Baca Juga:

Ketika hendak menjelaskan proses peleburan sampah plastik, Tiza mengeluarkan botol kemasan yang satu berwarna biru dan yang satu lagi bening. Plastik yang digunakan pada kemasan tersebut ia lepas satu persatu mulai dari label, tutup dan botolnya. Dirinya mengatakan bahwa label, tutup botol dan botol air mineral tersebut terdiri atas tiga kategori berbeda. "Ketiga kategori plastik ini tidak bisa di daur ulang sekaligus dan harus dipisahkan terlebih dahulu," jelas Tiza.
Selanjutnya, botol-botol yang sudah dipisahkan dari tutup dan labelnya tak bisa langsung di daur ulang. Mereka harus dipilah dan dikategorikan berdasarkan warna kemasan. "Botol plastik yang berwarna biru tidak bisa digabungkan dengan plastik yang warnanya bening," ucapnya. Dirinya memaparkan ketika plastik yang bening dicampur dengan plastik yang bening akan menghasilkan warna bening pula. Sementara ketika plastik yang berwarna dicampur dengan plastik yang berwarna akan menghasilkan warna abu-abu.
Baca Juga:
Kurangi Pemakaian Plastik Kalau Kamu Peduli dengan Biota Laut

"Mayoritas pemulung lebih senang memilah-milah plastik yang bening karena ketika dilebur harganya lebih mahal daripada plastik berwarna. Barang yang tidak bening cenderung lebih susah didaur ulang karena nilainya lebih rendah," urainya lagi. Alhasil ada begitu banyak sampah yang tidak didaur ulang. Ada sekitar 91 sampah yang tidak terdaur ulang dan terbuang sia-sia.
Hasilnya, sebesar apapun usaha kita untuk membuang sampah pada tempatnya bisa berakhir sia-sia jika kita tidak bijak dalam mengolahnya. Hal paling efektif untuk mengurangi efek pencemaran lingkungan itu dengan meminimalisir penggunaan sampah plastik bukan dengan membuangnya ke tempat sampah. (avia)
Baca Juga:Ngaku Pencinta Alam? Yuk Ikuti Tips Mendaki Gunung Tanpa Sampah
Bagikan
Berita Terkait
Demo Sisakan 28,63 Ton Sampah, Pemprov DKI Kerahkan 750 Personel untuk Lakukan Pembersihan

Gejolak Demo Berlanjut, Pemprov DKI Pikir Ulang Penarikan Retribusi Sampah dari Warga

Dinas LH DKI Perkuat Kolaborasi Pengelolaan Sampah Mandiri Kawasan

Pemprov DKI Kerahkan 1.800 Petugas Kebersihan untuk Bersihkan Sampah selama Rangkaian Acara HUT ke-80 RI di Jakarta

The Wolf Espresso Perpanjang Umur Ampas Kopi dalam Gelas Keramik

Pengelolaan PLTSa Putri Cempo Belum Maksimal, Wakil Ketua MPR Singgung Revisi Perpres Sampah

Gerakan ’SAPU PLASTIK’ Kumpulkan 2,5 Ton Limbah, Beri Apresiasi Pelanggan dengan Diskon 20 Persen

Gubernur Pramono Diminta Kaji Ulang Pembangunan Fasilitas Pengolahan Sampah Jadi Energi Listrik, RDF Plant Rorotan Disinggung

Menilik Koperasi Pemulung Berdaya Daur Ulang 120 Ton Sampah Botol Plastik Jadi Bernilai Ekonomis

Menteri LH Resmikan Waste Crisis Center, untuk Atasi Darurat Sampah Nasional
