BPIP Ungkap Paham Radikal Tak Hanya Ada di Satu Agama Saja

Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Antonius Benny Susetyo (MP/Kanugraha)
Merahputih.com - Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Antonius Benny Susetyo menyebut radikalisme terjadi tidak hanya dalam satu agama saja.
"Tapi banyak kelompok yang melakukan tindak radikalisme demi kepentingan sesaat," jelas Benny kepada Merahputih.com di Jakarta, Rabu (6/4).
Baca Juga
Cegah Paham Radikalisme, Pemprov DKI Sebar Duta Damai ke Sekolah
Benny menjelaskan bahwa radikalisme muncul dari pemikiran yang tidak utuh sehingga banyak salah tafsir dan keluar dari konteks.
"Dalam penafsiran sebuah paham harus dipahami secara menyeluruh tidak boleh hanya setengah atau sebagian dan keluar dari konteksnya," ujarnya.
Benny menuturkan bahwa sekarang ini terjadi perang suci yang mengclaim mempunyai surga padahal sebenernya hanya untuk kepentingan tertentu.
"Munculnya perang suci yang mengklaim mempunyai surga dan neraka. Padahal ini didalamnya ada kepentingan lain dan sesaat," ujar Benny.
Pendiri Setara Institute ini juga menambahkan bahwa penyebaran radikalisme semakin cepat dengan kemajuan teknologi yang ada.
"Bahaya sekarang di media sosial banyak konten yang salah dan keluar konteks demi perebutan kekuasaan dan mencapai tujuan tertentu," pungkasnya.

Benny berharap bahwa generasi milenial harus membanjiri sosial media dengan konten positif untuk melawan konten negatif yang banyak saat ini dan untuk membangun kesadaran publik.
"Untuk menghadapi terorisme harus membuat counter wacana positif khususnya di media sosial untuk melawan konten negatif serta akhirnya akan membangun kesadaran publik," tegas Benny.
Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara harus juga menjadi habitualisasi dalam setiap diri masyarakat. Sementara itu, Direktur Bela Negara Kementerian Pertahanan Jubei Levianto menyebut, kemajuan teknologi mempengaruhi kehidupan bermasyarakat.
"Terjadi perang modern seperti proxy war yaitu negara yang kuat akan mengatur negara yang lemah untuk tujuan tertentu," Jelasnya.
Jubei menjelaskan bahwa cara proxy war biasanya dilakukan dengan mencuci otak, sparatis, hingga memasukan ideologi lain.
Baca Juga
"Radikal atau sparatis biasanya menginginkan melepaskan diri dari kedaulatan wilayah dan radikalisme adalah menggunakan kekerasan untuk membuat ketakuan ini harus diwaspadai," tegasnya.
Jubei menambahkan bahwa radikalisme dimedia sosial digunakan karena kecepatan jaringan dan sumber anonim. "Ancaman radikalisme di media sosial keuntungannya adalah pembuat aksi anonim atau tidak diketahui dan kemudahan akses jaringan," tambahnya.
Jubei menegaskan bahwa bela negara adalah kewajiban untuk setiap warga negara. (Knu)
Bagikan
Joseph Kanugrahan
Berita Terkait
Isi Konten Radikal Remaja Anggota ISIS di Gowa Terungkap, Aktif Sebarkan Propaganda

Menteri Agama sebut Paham Radikal Susah Menyebar di Indonesia karena Pengaruh Budaya Maritim dan Heterogen

Jasa Romo Benny Diharapkan Memperkuat Pemahaman Pancasila

Romo Benny Tutup Usia, akan Dimakamkan di Malang

Operasi Madago Raya Sulteng Temukan 4 Bom Rakitan dan Ratusan Amunisi

Penyebaran Radikal di Depan Mata, Semua Orang Bisa Direkrut ke Jaringan Teror

Para Anggota Paskibraka Dibekali Pentingnya Pancasila Jaga Keutuhan Bangsa

Ketua KPU Tersangkut Kasus Asusila, Beni Susetyo: tak Bisa Dibenarkan

Serangan Peladen PDN, Etika Pemimpin Negara Dipertanyakan
