Biodiversity Fun Class dan Penanaman Bakau, Upaya Selamatkan Keanekaragaman Hayati


Karyawan MSIG Indonesia saat melakukan penanaman pohon bakau didampingi oleh tim dari Yayasan SRM dan Komunitas Alipbata. (Foto: MSIG)
AKTIVITAS manusia berdampak pada perusakan habitat, eksploitasi berlebihan, dan perubahan iklim. Satu juta spesies terancam punah. Keanekaragaman hayati berada di tubir kehancuran. Demikian menurut data Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Hilangnya keanekaragaman hayati dapat menimbulkan konsekuensi yang parah seperti menurunnya produktivitas ekosistem, berkurangnya daya tahan terhadap tekanan lingkungan, dan berkurangnya kemampuan untuk menyediakan beragam kebutuhan ekosistem seperti udara dan air bersih.
Generasi masa depan menjadi generasi yang akan bernasib sial. Mereka mungkin tak bisa lagi menikmati keanekaragaman hayati jika tak ada tindakan untuk mengubah keadaan gawat ini.
Untuk mencegah kegawatan itu, perlu usaha bersama dari berbagai pihak. Seperti dilakukan PT Asuransi MSIG Indonesia (MSIG Indonesia) yang menggelar kampanye proyek keberlanjutan.
Bersama dengan para karyawannya, MSIG Indonesia menyelenggarakan kegiatan Biodiversity Fun Class (BDFC) dan Penanaman Bakau.
BFDC dilakukan di SDN Rancagong 01 Tangerang, SDN Grogol Selatan 05 Jakarta, dan SDN Karang Tengah 05 Bogor selama periode Februari hingga Maret. Penanaman bakau dilaksanakan di Desa Pantaibahagia, Kabupaten Muara Gembong, Bekasi, pada Sabtu, 13 Mei 2023.
Baca juga:

Shikato Takeuchi, Presiden Direktur MSIG Indonesia, mengatakan, pihaknya tergerak untuk peduli terhadap keberlanjutan demi perubahan di masyarakat sekecil apa pun. "Kami berkontribusi terhadap masa depan bumi dengan melakukan hal-hal kecil yang berdampak bagi masyarakat, salah satunya melalui Biodiversity Fun Class ini," kata Shikato dalam keterangan tertulis kepada Merahputih.com.
MSIG Indonesia didukung oleh Gerakan Nasional Orang Tua Asuh (GNOTA), sebuah organisasi sosial nirlaba, independen, dan transparan yang melindungi anak-anak di seluruh Indonesia untuk mendapatkan pendidikan yang layak.
GNOTA bertindak sebagai penasehat MSIG untuk menentukan sekolah mana yang cocok untuk kampanye ini serta cara terbaik untuk berkomunikasi dengan para siswa yang memiliki latar belakang yang berbeda agar pesan dapat tersampaikan dengan baik.
Selain GNOTA, BDFC juga didukung oleh Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (KEHATI) dalam mempersiapkan 41 karyawan yang menjadi sukarelawan sebagai pengajar untuk mendampingi total 172 siswa kelas 5 SD. Mereka dibekali dengan memberikan pengetahuan melalui lokakarya.
Melalui kegiatan interaktif seperti story-telling tentang keanekaragaman hayati dan melakukan percobaan sains sederhana bertajuk "Dampak Efek Gas Rumah Kaca" dan "Dampak Gletser yang Mencair", anak-anak belajar mengenai dampak perubahan iklim terhadap lingkungan dan pentingnya menjaga keanekaragaman hayati untuk generasi mendatang.
Inisiatif ini sejalan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan PBB, khususnya Tujuan ke-15: Kehidupan di Darat, yang bertujuan untuk melindungi, memulihkan, dan mendorong pemanfaatan ekosistem darat secara berkelanjutan, mengelola hutan secara berkelanjutan, memerangi penggurunan, serta menghentikan dan membalikkan degradasi lahan dan hilangnya keanekaragaman hayati.
Ketua Gerakan Nasional Orang Tua Asuh (GNOTA), Gendis Siti Hatmanti, di sela-sela kegiatan menyambut baik kelas ini.
"Kegiatan Biodiversity Fun Class hari ini sangat bagus sekali. Sangat bermanfaat untuk anak-anak karena mengajarkan mereka bagaimana cara menjaga lingkungan dan membuat mereka lebih peduli untuk menjaga kelestarian bumi," ujar Gendis.
Penanaman hutan bakau di Muara Gembong, Bekasi, juga menjadi bagian merawat ekosistem dan keanekaragaman hayati.
Baca juga:
Bioteknologi, Jawaban untuk Pengelolaan Keanekaragaman Hayati Laut Indonesia

Hutan bakau di Kecamatan Muara Gembong saat ini tersisa sekira 600 hektar dari kondisi sebelumnya seluas 10.481,15 hektar dan hampir 350 kepala keluarga kehilangan tempat tinggal.
MSIG Indonesia menyumbangkan 5.000 pohon bakau untuk ditanam.
Wakil Presiden Direktur MSIG Indonesia, Bernardus P Wanandi, mengatakan bahwa hutan bakau menyimpan karbon biru yang dapat menyerap emisi gas rumah kaca, sehingga dapat mengurangi dampak perubahan iklim.
Kegiatan penanaman ini didukung oleh Yayasan Sentral Rehabilitasi Mangrove (SRM), sebuah lembaga non-profit lokal yang berfokus pada pelestarian lingkungan, khususnya rehabilitasi hutan bakau.
Pembina Yayasan SRM, Imanuel Iman, menyatakan sudah terjadi kerusakan yang sangat masif di hutan bakau Muara Gembong ini. Padahal hutan bakau bisa membantu mengurangi pemanasan global karena memiliki kemampuan menyerap karbon empat kali lebih banyak dari hutan tropis.
"Pada hutan tropis, saat daun dan ranting jatuh, terjadi pelepasan karbon. Sementara di hutan bakau, ketika ranting dan daun jatuh, ia akan tetap tertahan di dalam air. Di situlah mengapa hutan bakau memiliki kemampuan menyerap karbon empat kali lebih tinggi dari hutan tropis,” kata Iman.
Menjaga kelestarian bumi dan masa depan yang baik bagi generasi penerus adalah tanggung jawab bersama, dari perubahan gaya hidup yang dapat dilakukan oleh individu sampai dengan kebijakan yang ditetapkan perusahaan. (dru)
Baca juga:
Pentingnya Perlindungan Masyarakat Adat untuk Keanekaragaman Alam
Bagikan
Hendaru Tri Hanggoro
Berita Terkait
Kampanye Sustainabili-Tree Bluebird Tanam 530 Bibit Mangrove di Pesisir Utara Jakarta

Saat Megawati Ikut Kegiatan Perlindungan Lingkungan Bareng Pramono, Ini Pesan Yang Disampaikan

Khatib Salat Jumat Hari ini Diminta Sampaikan Pesan Pelestarian Lingkungan, Jemaah juga Ikut Tanam Pohon

Belajar dari Kearifan Lokal, Merawat Bumi Lewat Cara yang Sudah Lama Kita Punya

DPRD DKI: Setiap Bulan Kita akan Menanam Mangrove

Pramono Bakal Minta Pengembang Tanam Kembali Mangrove yang Terdampak Pembangunan

Tampil Perdana Sebagai Utusan Sekjen PBB, Retno: Kolaborasi Adalah Kunci

Pentingnya Reboisasi untuk Dampak Kehidupan Manusia

Festival LIKE 2 Beri Edukasi Tentang Pentingnya Kelestarian Lingkungan

Jokowi Kunjungi Festival LIKE 2, Serahkan SK Hutan Sosial dan TORA
