BI Rate Naik, Kredit Macet Bisa Meningkat


Teller menunjukkan uang rupiah yang ditransaksikan. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/kye.
MerahPutih.com - Bank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga acuan atau BI-Rate sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 6,25 persen untuk memperkuat stabilitas nilai tukar dan mencegah pertumbuhan ekonomi dari dampak rambatan global.
Melalui Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada 23-24 April 2024, BI juga memutuskan untuk meningkatkan suku bunga deposit facility sebesar 25 basis poin menjadi 5,5 persen, dan suku bunga lending facility sebesar 25 basis poin menjadi 7 persen.
Baca juga:
Baca juga:
Ekonom Lembaga Penelitian Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) Teuku Riefky menilai keputusan Bank Indonesia (BI) untuk menaikkan suku bunga acuan atau BI-Rate di level 6,25 persen akan berdampak positif terhadap nilai tukar rupiah.
Namun, Ia memberikan catatan bahwa kenaikan BI-Rate juga akan menimbulkan risiko memperlambat pertumbuhan ekonomi Indonesia karena meningkatnya biaya kredit (cost of credit) yang lebih tinggi.
"Mengenai (kenaikkan) BI-Rate, sebetulnya akan berdampak positif ya terhadap rupiah, cuman memang kan di sisi lain juga akan memiliki dampak terhadap sektor riil yang kemungkinan akan memperlambat pertumbuhan ekonomi," kata Riefky.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Esther Sri Astuti menilai bahwa keputusan Bank Indonesia (BI) untuk menaikkan suku bunga acuannya menjadi 6,25 persen merupakan pilihan kebijakan yang paling aman.
“Bank Indonesia tidak punya banyak pilihan instrumen moneter lain untuk mengendalikan nilai tukar rupiah yang terus terdepresiasi sehingga yang paling aman adalah menaikkan tingkat suku bunga,” ujar Esther Sri Astuti.
Selain meredam depresiasi nilai tukar rupiah, Ia menyatakan bahwa kebijakan tersebut juga bertujuan untuk menahan arus modal keluar dari Indonesia. Meskipun begitu, adanya efek samping dari keputusan bank sentral Indonesia tersebut terhadap sektor riil.
Kenaikan suku bunga berpotensi memberatkan pelaku usaha yang memiliki pinjaman di bank sehingga ada kemungkinan menimbulkan kredit bermasalah (Non-Performing Loan/NPL). hal tersebut dapat berimbas kepada melambatnya pertumbuhan sektor riil. BI pun sebaiknya menyiapkan strategi untuk mengantisipasi situasi tersebut.
"Kemungkinan adanya NPL pasti ada sehingga BI juga harus memberikan relaksasi kredit jika ada debitur yang keberatan dan punya tendensi kreditnya macet," katanya. (*)
Baca juga:
Rupiah Terdepresiasi, Suku Bunga Bank Indonesia Diminta Bertahan di 6 Persen
Bagikan
Alwan Ridha Ramdani
Berita Terkait
Asik Nih Bank Milik Pemerintah Mulai Dapat Kucuran Rp 200 Triliun, Harus Disalurkan Buat Kredit

Enam Bank Himbara Dapat Kucuran Dana Rp 200 Triliun, Menkeu Minta Jangan Dibelikan SRBI atau SBN

Ekonom Sebut Indonesia Belum Berada di Situasi Krisis Ekonomi, Ingatkan Risiko Burden Sharing Bisa Sebabkan Hyperinflasi seperti Era Soekarno

Kejagung Titipkan Bukti Mobil Alphard Kasus Kredit Macet PT Sritex ke Kejari Solo

Suku Bunga Bank Indonesia Sudah Diturunkan Berkali-kali, Bunga Kredit Perbankan Masih Tinggi

BI Pangkas Suku Bunga Jadi 5 Persen, Rupiah Sulit Untuk Turun ke Rp 16.000 per Dollar AS

Bank Indonesia Ungkap Fakta Mengejutkan di Balik Utang Luar Negeri yang Tumbuh Melambat

Apa Itu Payment ID Yang Disorot Karena Ditakuti Memata-Matai Transaksi Keuangan Warga

Solo Raya Alami Lonjakan Transaksi QRIS, Volume Capai 51,91 Juta

Bank Indonesia Bongkar Rahasia Mengapa Ekonomi Jakarta Melaju Kencang di Kuartal III 2025
