Beratnya Kredit Pemilikan Rumah


Pembangunan Rumah. (Foto: Antara)
MerahPutih.com - Pertumbuhan global diproyeksi akan melambat tajam menjadi 1,7 persen pada 2023, laju ekspansi terlemah ketiga dalam hampir tiga dekade dan 1,3 poin persentase lebih rendah dari perkiraan sebelumnya.
Bank Dunia memperingatkan bahwa bank-bank sentral mungkin perlu menaikkan suku bunga lebih dari yang diharapkan saat ini tergantung pada inflasi, mempertinggi risiko salah langkah kebijakan."
Baca Juga:
Jokowi Minta 30 Persen Kredit Bank Disalurkan ke UMKM
Dalam skenario resesi, di mana kondisi keuangan yang lebih ketat diasumsikan mengakibatkan kesulitan pembiayaan yang meluas di negara emerging markets dan negara berkembang.
Bahkan, Bank Dunia mengatakan produk domestik bruto global hanya akan tumbuh sebesar 0,6 persen pada 2023. Kondisi ini juga mengakibatkan kontraksi 0,3 persen per kapita.
Sementara itu, Bank Indonesia (BI) telah beberapa kali menaikkan suku bunga acuan. Terakhir, naik sebesar 25 bps dari 5,25 persen menjadi 5,50 persen pada 21-22 Desember 2022.
Bank Indonesia masih berpotensi kembali menaikkan suku bunga acuan BI 7 Day Reverse Repo Rate sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 5,75 persen.
BI juga diperkirakan masih akan menaikkan suku bunga acuan karena inflasi masih akan tinggi di kuartal I 2022 ditopang oleh kenaikan harga produk di sektor jasa dan kenaikan upah riil masyarakat.
Sepanjang 2022, Bank Indonesia tercatat telah menaikkan suku bunga acuan sebesar 200 bps yang dimulai pada Agustus 2022 hingga saat ini menjadi 5,5 persen.
Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan, kenaikan suku bunga akan mempengaruhi keputusan pembelian berbagai jenis barang, salah satunya kendaraan bermotor dan perumahan.
"Sebagian besar pembeli rumah menggunakan fasilitas KPR (Kredit Pemilikan Rumah). Jadi ketika bunga naik, KPR jadi lebih mahal maka konsumen akan menunda pembelian rumah," kata Bhima kepada MerahPutih.com, Rabu (11/1).
Akibatnya sambung Bhima, sektor perumahan yang punya pengaruh ke berbagai subsektor seperti industri keramik, kayu, kaca dan perlengkapan rumah tangga bisa ikut melambat.
Bhima beranggapan, pembiayaan kredit yang masih bergejolak seiring dengan kenaikkan suku bunga. Bahkan, konsumen sudah mulai mengeluhkan tingginya bunga kredit KPR yang harus mereka bayar.
"Kredit yang sudah berjalan jika mengikuti bunga floating atau bunga mengambang akan menyesuaikan dengan naiknya bunga acuan," ungkapnya.
Kondisi tingginya bunga kredit berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi yang akan melambat. Padahal, pemerintah telah memproyeksikan pertumbuhan ekonomi nasional tahun 2023 sebesar 5,3 persen.
"Naiknya suku bunga akan membuat pemulihan ekonomi jadi lebih rendah dari ekspektasi awal," urainya.
PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) menargetkan kredit tumbuh 10 persen sampai 11 persen pada 2023 atau meningkat dari realisasi pada 2022, yang tumbuh 8,5 persen secara tahunan (year-on-year/yoy). (Asp)
Baca Juga:
Bank DKI Pimpin Kredit Sindikasi Rp 1,5 Triliun untuk PT Oki Pulp Paper & Mills
Bagikan
Alwan Ridha Ramdani
Berita Terkait
BI Pangkas Suku Bunga, Perbankan Diminta Lebih Giat Salurkan Kredit untuk Dorong Pertumbuhan Ekonomi

Perekonomian Masih Dalam Tren Melambat, Pertumbuhan Ekonomi Dunia Masih Akan Rendah

Suku Bunga Acuan Kembali Dipangkas 25 Basis Poin, Ekonomi Masih Melemah

Enam Bank Himbara Dapat Kucuran Dana Rp 200 Triliun, Menkeu Minta Jangan Dibelikan SRBI atau SBN

Ekonom Sebut Indonesia Belum Berada di Situasi Krisis Ekonomi, Ingatkan Risiko Burden Sharing Bisa Sebabkan Hyperinflasi seperti Era Soekarno

BI Pangkas Suku Bunga Jadi 5 Persen, Rupiah Sulit Untuk Turun ke Rp 16.000 per Dollar AS

Bank Indonesia Ungkap Fakta Mengejutkan di Balik Utang Luar Negeri yang Tumbuh Melambat

Apa Itu Payment ID Yang Disorot Karena Ditakuti Memata-Matai Transaksi Keuangan Warga

Solo Raya Alami Lonjakan Transaksi QRIS, Volume Capai 51,91 Juta

Bank Indonesia Bongkar Rahasia Mengapa Ekonomi Jakarta Melaju Kencang di Kuartal III 2025
