Beras Impor Yang Menumpuk di Gudang Bulog


Beras Bulog. (Foto: Antara).
Pemerintah bakal kembali membuka impor beras sampai 1 juta ton. Padahal, beberapa bulan kedepan petani dalam negeri bakal melakukan panen raya. Seperti biasanya, dalih pemerintah mengizinkan impor sebagai cadangan pemerintah dan operasi pasar jika harga melonjak.
Padahal, data Bulog menunjukan, persediaan beras per 14 Maret 2021 di gudang Bulog mencapai 883.585 ton dengan rincian 859.877 ton merupakan stok cadangan beras pemerintah (CBP), dan 23.708 ton stok beras komersial.
Dari jumlah stok CBP yang ada saat ini, Buwas mengungkapkan terdapat beras turun mutu eks impor tahun 2018 sebanyak 106.642 ton dari total impor beras tahun 2018 sebesar 1.785.450 ton.
Baca Juga:
Ganjar Pertanyakan Rencana Impor Beras saat Masuki Masa Panen
Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso (Buwas) mengaku kesulitan dalam menyalurkan beras yang ada di gudang milik perseroannya apabila harus melakukan impor lagi sebesar 1 juta ton sebagaimana yang telah direncanakan pemerintah.
Namun, ditegaskan Buwas, Bulog siap untuk menampung beras hingga 3,6 juta ton sesuai kapasitas gudang Bulog di seluruh Indonesia, dengan syarat ada pangsa pasar untuk menyalurkan beras.
Saat ini, Bulog telah kehilangan pangsa pasar sebesar 2,6 juta ton beras per tahun dikarenakan Program Rastra (beras untuk keluarga sejahtera) diganti oleh pemerintah menjadi Bantuan Pangan Nontunai (BPNT).
"Yang tadinya masyarakat mendapatkan bansos berupa beras dari Bulog, kini diberikan bantuan secara nontunai yang bisa dibelanjakan sendiri oleh masyarakat penerima manfaat di warung-warung yang bekerja sama dengan Kementerian Sosial," katanya.
Buwas menyebut beras yang sudah dalam masa simpan tahunan keseluruhannya berjumlah 461 ribu ton. Sementara beras sisa impor tahun 2018 yang masih tersedia di gudang Bulog yaitu 275.811 ton, dengan sebanyak 106.642 ton di antaranya mengalami turun mutu.
Ia mengungkapkan kesalahan pada impor beras tahun 2018 dikarenakan rata-rata jenisnya merupakan jenis beras pera yang tidak sesuai dengan selera masyarakat Indonesia yang menyebabkan sulitnya penyaluran beras tersebut.
"Pihaknya perlu mencampur beras impor tersebut dengan beras produksi dalam negeri agar bisa disalurkan ke masyarakat," katanya.
Rencananya, kata Buwas, beras sisa impor tahun 2018 tersebut akan diolah menjadi tepung yang akan ditangani oleh Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian.
"Namun, Bulog sudah mendapatkan penugasan impor beras 1 juta ton kendati sisa impor beras tahun 2018 belum diselesaikan," ujarnya.
Komisi IV DPR RI menolak kebijakan impor beras sebesar satu juta ton dan meminta pemerintah melalui Perum Bulog untuk memprioritaskan penyerapan hasil produksi beras dalam negeri seiring memasuki masa panen raya di periode Maret-April 2021.
"Komisi IV DPR RI meminta pemerintah dalam tata kelola komoditas pangan nasional lebih mengutamakan produksi dalam negeri," kata Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Hasan Aminuddin membacakan kesimpulan hasil Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama dengan Kementerian Pertanian, Perum Bulog, dan BUMN kluster pangan di Jakarta, Senin.
Importasi beras sebesar satu juta ton mendapat banyak penolakan dari sejumlah anggota DPR karena dinilai tidak berpihak pada petani Indonesia. Hal itu dikarenakan rencana kebijakan impor beras dilakukan di saat produksi padi dalam negeri tengah memasuki masa panen raya dengan potensi produksi yang meningkat.
Pengamat ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati mengatakan, rencana impor beras akan lebih baik dilakukan kalau kebutuhan dalam negeri tidak cukup.
Impor beras saat ini belum diperlukan mengingat ketersediaan beras mencukupi, bahkan sektor pertanian masih tumbuh selama pandemi COVID-19.

"Impor pangan itu bukan sesuatu yang haram, diperbolehkan di Undang-Undang Pangan, tapi ada prasyaratnya, kalau kebutuhan dalam negeri tidak mencukupi. Sementara BPS menyatakan ketersediaan beras cukup," katanya.
Enny mengatakan wacana impor beras yang mengemuka justru tidak rasional dilakukan karena saat ini menjelang musim panen dan kebijakan itu diusulkan dengan penyediaan data yang kurang valid.
Padahal pengumpulan data BPS sudah cukup akurat karena memanfaatkan metodologi Kerangka Sampel Area (KSA) yang menggunakan citra satelit, dan bukan berdasarkan asumsi-asumsi.
"Impor harus didukung data valid, bukan pertimbangan perburuan rente, dan bukan hanya masalah harga. Memang harga dalam negeri punya disparitas yang tinggi dari harga internasional, ini karena biaya produksi di dalam negeri cukup mahal," katanya.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Didi Sumedi menegaskan, walaupun sudah ada penugasan buat impor beras 1 juta ton. Pihaknya belum meneluarkan penerbitan izin impor tersebut.
"Izinnya juga belum diterbitkan," kata Jumat (12/3) dikutip Antara. (*)
Baca Juga:
Stok Berkurang, Indonesia Berpotensi Impor Beras 2,25 Juta Ton Seperti di 2018
Bagikan
Alwan Ridha Ramdani
Berita Terkait
Berbagai Harga Pangan di Jakarta Berfluktuasi, Beras Premium, Minyak Goreng dan Gula Masih Alami Kenaikan

Setelah 2 Tahun Impor Beras, Pemerintan Stop Beli Dari Luar Negeri

Harga Beras SPHP Diklaim Lebih Murah Dibanding Beras Medium, Hari Ini Harga Beras Capai Rp 13.954 Per Kg Masih di Atas HET

Stok Melimpah Namun Harga Melambung Jadi Pertanda Masalah Serius, Pemerintah Diminta Waspadai Spekulasi dan Kartel Beras

300 Ribu Ton Beras SPHP Sudah Terdistribusi, Pemerintah Terapkan 5 Strategi Buat Mempercepat

Kemendag Klaim Tidak Ada Dampak Dari Penutupan Fitur Live TikTok ke Perdagangan Online

Tidak Perlu Panic Buying, Stok Beras hingga Daging di Jakarta Aman

Beras Langka di Toko Ritel, Harga di Agen Naik hingga Rp 25 Ribu

Harga Beras Meroket, Mentan Klaim Terjadi Penurunan di 22 Provinsi

Pemerintah Akui Harga Beras Naik Dampak HPP Gabah Rp 6.500, Tapi Petani Nyaman
