Bank Dinilai Alami Potensial Loss Jika Beri Kredit Tanpa Agunan Pada Perusahaan Batu Bara
Batu Bara. (Foto: Antara)
MerahPutih.com - Kredit yang diberikan bank milik negara tanpa agunan pada perusahaan tambang batu bara, menjadi sorotan karena saat ini dalam masa pemulihan ekonomi setelah dilanda Pandemi COVID-19. Bahkan, pendanaan tersebut dinilai melawan hukum.
Pakar Hukum Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Yenti Garnasih menegaskan, pendanaan pada sektor tambang tampa agunan, bukan masalah sederhana. Padahal, industri perbankan adalah industri keuangan yang mendasarkan pada kepercayaan.
Baca Juga:
Malaysia Borong Batu Bara Indonesia USD 2,6 Miliar
"Ini kalau masyarakat tahu beginikan jadi khawatir. Memberikan pinjaman tidak pakai jaminan atau jaminannya tidak sepadan dengan hutang," kata Yenti dalam keteranganya di Jakarta, Jumat (10/6).
Ia menilai, ada aturan perbankan yang harus diterapkan saat memberikan kredit, yakni syarat jaminan dua kali lipat atau berapa ratus persen.
"Sehingga kalau ada apa-apa langsung di lelang. Bank juga setiap bulan harus memberikan bunga kepada nasabah dan sebagai investasi bank itu," ungkapnya.
Ia menegaskan, Otoritas Jasa Keuangan harus bertindak, karena tugas OJK adalah mengawasi perbankan.
Yenti memaparkan, Mahkamah Konstitusi (MK) yang sebelumnya menganulir Undang-undang Korupsi pada Pasal 2 dan 3, jika sudah ada unsur dapat menimbulkan kerugian negara maka sudah bisa diproses sebagai potensi korupsi.
"Jadi, jika dugaan tersebut benar maka para direktur atau manajer yang terlibat mulai dari direktur atau manager perkreditan, manager kehati-hatian bisa dijerat pidana. Minimal dua direktur atau manajer itu," ungkapnya.
Menurutnya, dalam permasalahan pendanaan tanpa agunan atau agunannya tidak sepadan tersebut sudah terjadi potensial loss. Dengan adanya dugaan potensi kerugian negara bisa menjaga dari hulu jangan sampai ada yang main-main dengan uang masyarakat dan negara.
"Ini namanya pengusaha itu kan ada untung ada rugi, kalau orangnya ada apa-apa bagaimana? Apalagi ini uang rakyat dan bank negara," lanjutnya.
Ia menegaskan, jika praktik tersebut terus dibiarkan maka dapat menimbulkan ketidakpercayaan.
"Nanti masyarakat akan ambil semua uangnya dan engga percaya lagi sama bank pelat merah mau apa? Salah satunya kan dari situ," tambahnya.
Bahkan, lanjut Yenti, jika memang tidak sesuai peruntukannya bisa masuk kepada tindak pidana penipuan.
"Meskipun bukan korupsi, namun penipuan tidak harus rugi seperti bank. Itu bisa jadi penipuan karena ada unsur rangkaian kebohongan keadaan palsu, sehingga ada pembujukan dan pihak bank memberikan pinjaman tanpa jaminan," katanya.
Ia berharap, agar permasalahan tersebut ditindaklanjuti dan benar-benar dituntaskan. Jika tidak, industri perbankan pelat merah terancam kehilangan kepercayaan masyarakat.
"Ini lagi program pemulihan ekonomi nasional pasca pandemi COVID-19," tegasnya. (*)
Baca Juga:
Pemerintah Terapkan Tarif Progresif Produksi Batu Bara
Bagikan
Alwan Ridha Ramdani
Berita Terkait
KPR Masih Dominasi Pembelian Rumah di Indonesia
KPK Didesak Usut Dugaan Kejanggalan Saham Jiwasraya, Nilai Kerugian Capai Rp 600 Miliar
Duit Injeksi Pemerintah ke Bank Negara Hampir Habis, Bank Minta Tambahan
OJK Sebut Indonesia Pemain Utama Ekonomi Digital ASEAN, DPR: Jangan Berpuas Diri
Polda Metro Jaya Blokir 4.053 Aplikasi dan Konten Ilegal Sepanjang 2024-2025, Jadi Tempat Penampungan Penipuan Transaksi Lintas Negara
Legislator NasDem Rajiv Mangkir dari Panggilan KPK, Pemeriksaan Bakal Dijadwalkan Ulang
Bank Mandiri Minta Tambahan Dana SAL ke Menkeu Purbaya
Dana Syariah Gagal Bayar ke Investor, DPR Minta OJK Harus Pastikan Dana Investor Aman
Soal Uang Pemprov DKI Rp 14,6 Triliun Ngendap di Bank, Pramono: 1.000 Persen Betul
OJK dan DSN-MUI Didesak Tuntaskan Kasus Dana Syariah