Arteria Dahlan Harap Ada Tindak Lanjut Pengakuan Pelanggaran HAM Masa Lalu
Anggota Komisi III DPR Arteria Dahlan. Foto: Dok. DPR RI
MerahPutih.com - Anggota Komisi III DPR RI Arteria Dahlan mengapresiasi sikap Presiden Republik Indonesia Joko Widodo yang mengakui adanya 12 (dua belas) pelanggaran HAM berat masa lalu yang terjadi di Indonesia.
Menanggapi hal itu, ia berharap segenap kementerian dan lembaga terkait menindaklanjuti sikap tersebut secara nyata.
Baca Juga:
Pemerintah Bakal Temui Para Korban Kasus Pelanggaran HAM Masa Lalu
“Pada prinsipnya, kami (Komisi III DPR RI) menghormati sekaligus mengapresiasi Pak Jokowi telah mau masuk ke ranah yang lebih serius terkait dengan pernyataan Beliau terhadap 12 isu pelanggaran HAM berat. Dalam waktu yang tidak terlalu lama lagi, kejaksaan agung dan teman-teman LPSK sekaligus juga stakeholder terkait akan kita panggil untuk menyikapi dan sekaligus juga menindaklanjuti sikap Presiden RI,” ucap Arteria di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Selasa (17/1).
Lebih lanjut, dirinya meyakini bahwa implikasi dari sikap Presiden Joko Widodo tidak akan sederhana.
Pasalnya, jika benar dinyatakan sebagai pelanggaran HAM berat, maka ia menilai perlu adanya pengadilan HAM. Kalau pun tidak, jelasnya, perlu dipertimbangkan apakah bisa diselesaikan dengan rekonsiliasi.
“Kami mohon betul kepada semua kementerian dan lembaga terkait ini agar bekerja dalam satu rapat barisan yang sama. Semaksimal mungkin melakukan kerja optimal dalam konteks penyelesaian pelanggaran HAM berat itu sendiri. Mudah-mudahan akan sikapi secara arif (dan) bijaksana,” pungkas Politisi Fraksi PDI-Perjuangan DPR RI itu,
Sebagai informasi, Presiden Republik Indonesia Joko Widodo, sebagai kepala negara, menyatakan pengakuan sekaligus penyesalan terjadinya 12 (dua belas) pelanggaran HAM berat masa lalu di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (11/1) lalu.
Baca Juga:
SETARA Sesalkan Tidak Ada Pengungkapan Kebenaran saat Pemerintah Akui Pelanggaran HAM
Rekomendasi pengakuan ini adalah hasil kerja Tim Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran HAM Berat (PPHAM) yang telah diserahkan kepada Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD di Jakarta pada Kamis (29/12/2022) lalu.
Terdapat 12 kasus pelanggaran HAM berat yaitu Peristiwa Trisakti, Semanggi I, dan Semanggi II 1998; Peristiwa Kerusuhan Mei 1998; Peristiwa Wasior 2001-2001; Peristiwa penghilangan orang secara paksa 1997/1998; Peristiwa Talangsari 1989 di Lampung; Peristiwa 1965-1966.
Kemudian Peristiwa penembakan misterius 1982-1985; Peristiwa Simpang KKA Aceh; Peristiwa Jambu Keupok Aceh; Peristiwa pembunuhan dukun santet 1998 Banyuwangi; Peristiwa Rumoh Geudong 1989 di Aceh; dan Peristiwa Wamena 2003 di Papua-Papua Barat.
Selanjutnya, Joko Widodo akan mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) kepada 17 kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian untuk menuntaskan rekomendasi tim PPHAM. Di antaranya Beberapa kementerian dimaksud yakni Kemenko Polhukam, Kemenko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Kementerian Sosial, Kementerian Hukum dan HAM, serta Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. (*)
Baca Juga:
Personel TNI-Polri Bakal Diberikan Pelatihan Cegah Pelanggaran HAM
Bagikan
Mula Akmal
Berita Terkait
[HOAKS atau FAKTA]: Presiden ke-7 RI Joko Widodo Ditugaskan BRIN jadi Ketua Gugus Tugas Penanggulangan Bencana
[HOAKS atau FAKTA]: Ingin Dicap sebagai Pahlawan, Jokowi Datangi Lokasi Bencana di Sumatra
[HOAKS atau FAKTA]: Jokowi Marahi Menkeu Purbaya karena Menolak Membayar Utang Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung
Kader PDIP Sebut Serangan Ahmad Ali ke Jokowi Adalah Order Busuk Agar Aman dari KPK
[HOAKS atau FAKTA ]: Kejagung Sita Uang Jokowi Triliunan Rupiah
Soeharto Jadi Pahlawan Nasional, Pimpinan Komisi XIII DPR Singgung Pelanggaran HAM Orde Baru
Klaim tak Ada Bukti Pelanggaran HAM, Fadli Zon Justru Ungkit Jasa Besar Soeharto untuk Indonesia
Dukungan Projo ke Prabowo Dinilai Langkah Terhormat Dalam Politik Kebangsaan
[HOAKS atau FAKTA]: Ketua Harian PSI Usulkan Duet Gibran-Jokowi di Pilpres 2029
Terkait Kasus Dugaan Korupsi Kereta Cepat Whoosh, Jokowi: Prinsip Dasar Transportasi Bukan Mencari Laba