Akibat Perang dan Sanksi Dunia, Inflasi di Rusia Meningkat 20 Persen


Kantor pusat Bank Sentral Rusia di Moskow, Rusia 29 Maret 2021. Sebuah tanda bertuliskan: "Bank of Rusia". ANTARA/REUTERS/Maxim Shemetov
MerahPutih.com - Ekonomi Rusia diperkirakan akan mengalami perburukan akibat sanksi berbagai negara dan korporasi, setelah Moskow melakukan invansi ke Ukraina.
Inflasi di Rusia diperkirakan akan meningkat menjadi 20 persen dan ekonominya bisa turun sebanyak 8,0 persen pada tahun ini.
Menurut 18 ekonom yang disurvei oleh bank sentral Rusia antara 1 Maret dan 9 Maret, tingkat suku bunga rata-rata tahun ini diperkirakan sebesar 18,9 persen.
Baca Juga:
Sony Resmi Blokir Pasar Fisik dan Digital di Rusia
"Revisi signifikan dari perkiraan konsensus mencerminkan perubahan drastis dalam kondisi ekonomi selama dua minggu terakhir," kata Deputi Gubernur Bank Sentral Alexei Zabotkin dalam sebuah pernyataan dikutip Antara.
Ia memaparkan, langkah yang diambil oleh bank sentral Rusia dan pemerintah ditujukan untuk membatasi skala penurunan ekonomi dan menghindari periode inflasi tinggi yang berkepanjangan."
Inflasi konsumen tahunan diperkiran mencapai 10,42 persen, karena rubel menyentuh posisi terendah bersejarah setelah invasi Rusia ke Ukraina, diikuti oleh sanksi keras Barat yang memutuskan bank sentral dan bank-bank dari sistem keuangan global.
Bank sentral Rusia telah menaikkan suku bunga utamanya menjadi 20 persen dari 9,5 persen dalam langkah darura, memperkenalkan kontrol modal dan mengatakan kepada perusahaan-perusahaan yang berfokus pada ekspor untuk menjual mata uang asing karena rubel jatuh ke rekor terendah.

Sementara itu, bank-bank sentral terkemuka dunia fokus pada perang inflasi yang tampaknya akan meningkat. Eropa diyakini menjadi wilayah paling rentan terhadap goncangan ekonomi yang lebih luas akibat perang.
Bank Sentral Eropa menjelaskan pada Kamis (10/3/2022), kawasan itu dapat menyerap pukulan yang diperkirakan terhadap pertumbuhan ekonomi tetapi tidak mampu bagi pembuat kebijakan untuk mengabaikan kenaikan harga-harga pada tingkat rekor di seluruh zona euro.
ECB, menyebut perang sebagai 'momen penting' dalam langkah mengejutkan mempercepat akhir dari salah satu program pembelian obligasi pandemi dan membuka jalan bagi kemungkinan kenaikan suku bunga akhir tahun ini.
Saat ini, invasi Rusia yang dimulai 24 Februari ke Ukraina telah mendorong aksi jual di pasar ekuitas global, meningkatkan beberapa ukuran tekanan pasar keuangan, dan terutama mendorong harga minyak. (*)
Baca Juga:
Museum di Ukraina Berjuang Selamatkan Koleksi Seni Rusia
Bagikan
Alwan Ridha Ramdani
Berita Terkait
Mikrofon Bocor, Xi Jinping dan Vladimir Putin Terekam Ngobrolin Transplantasi Organ dan Kehidupan Abadi

Bertemu di Beijing, Rusia dan Korut Bakal Tingkatkan Hubungan Bilateral Bikin Program Jangka Panjang

Ketemu Kim Jong-un di China, Putin Berterima Kasih karena Prajurit Korea Utara Bertempur di Ukraina

Respons Pernyataan Trump, Moskow Sebut Rusia, China, dan Korut Tidak Berkomplot Melawan Amerika Serikat

China Pamer Kekuatan Militer dalam Parade Peringatan 80 Tahun Berakhirnya Perang Dunia II

Komentari Eks Marinir Jadi Tentara Bayaran, Dubes Rusia Sebut Pihaknya tak Lakukan Rekrutmen

Eks Marinir Satria Kumbara Bukan Direkrut, Rusia Tegaskan Konsekuensi Tanggung Sendiri

Pertama Kali dalam 500 Tahun Gunung Berapi Rusia Meletus, Ahli Sebut Terkait dengan Gempa Besar

Otoritas Kamchatka Umumkan Pencabutan Peringatan Tsunami

Peringatan Tsunami Terdengar, Pekerja Pembangkit Fukushima Jepang Segera Dievakuasi
