5 Pasal Kontroversial dalam RUU Perampasan Aset yang Perlu Direvisi, Pakar UNM Ungkap Risiko Kriminalisasi dan Kehilangan Kepercayaan Publik

Angga Yudha PratamaAngga Yudha Pratama - Rabu, 17 September 2025
5 Pasal Kontroversial dalam RUU Perampasan Aset yang Perlu Direvisi, Pakar UNM Ungkap Risiko Kriminalisasi dan Kehilangan Kepercayaan Publik

Aksi sejumlah massa menggelar unjuk rasa menutut sahkan RUU Perampasan Aset di depan Gerbang Utama Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (15/9) (MP/Didik)

Ukuran text:
14
Dengarkan Berita:

Merahputih.com - Guru Besar dari Universitas Negeri Makassar (UNM), menyarankan agar definisi berbagai pasal yang kontroversial dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perampasan Aset diperjelas.

RUU ini disebut-sebut sebagai alat ampuh negara untuk melawan korupsi dan kejahatan luar biasa, tetapi menurut Prof. Harris, terdapat lima pasal yang perlu dicermati.

"RUU ini punya tujuan mulia, tetapi ada lima pasal yang harus dicermati karena hukum bisa menjadi menakutkan daripada fungsi melindungi. Ini bisa menurunkan kepercayaan rakyat terhadap hukum dan negara," kata Prof. Harris dalam keterangan tertulis, Rabu (17/9).

Baca juga:

Aksi Unjuk Rasa Tuntut Sahkan RUU Perampasan Aset di Depan Gedung DPR

Ia menilai kelima pasal tersebut mengandung multitafsir dan berpotensi menimbulkan kontroversi. Oleh karena itu, ia menyarankan agar pasal-pasal ini diperbaiki sebelum disahkan.

Berikut adalah kelima pasal yang disoroti oleh Prof. Harris:

  1. Pasal 2
    Pasal ini memungkinkan negara merampas aset tanpa menunggu putusan pidana. Hal ini dianggap menggeser asas praduga tak bersalah. Risikonya, pengusaha atau pedagang dengan administrasi pembukuan yang lemah bisa dianggap memiliki kekayaan tidak sah.

  2. Pasal 3
    Pasal ini menyebutkan aset bisa dirampas meskipun proses pidana terhadap orangnya masih berjalan. Prof. Harris menilai hal ini akan menciptakan dualisme hukum perdata dan pidana, di mana masyarakat bisa merasa dihukum dua kali: asetnya dirampas sementara dirinya tetap diadili.

  3. Pasal 5 ayat (2) huruf a
    Pasal ini menyatakan perampasan bisa dilakukan jika jumlah harta dianggap "tidak seimbang" dengan penghasilan sah. Prof. Harris menyoroti frasa "tidak seimbang" yang sangat subjektif. Sebagai contoh, seorang petani yang mewarisi tanah tanpa dokumen lengkap bisa dicurigai karena asetnya dianggap lebih besar dari penghasilan hariannya.

  4. Pasal 6 ayat (1)
    Pasal ini mengatur bahwa aset senilai minimal Rp100 juta bisa dirampas. Batas nominal ini dianggap bisa menyebabkan salah sasaran. "Karena seorang buruh yang berhasil membeli rumah sederhana Rp150 juta bisa terjerat, sementara penjahat bisa menyiasati dengan memecah aset di bawah Rp100 juta,” ujar Prof. Harris yang juga Wakil Rektor Universitas Jayabaya.

  5. Pasal 7 ayat (1)
    Pasal ini memungkinkan aset tetap dirampas meskipun tersangka meninggal, kabur, atau dibebaskan. Hal ini berpotensi merugikan ahli waris dan pihak ketiga yang beriktikad baik. Misalnya, anak-anak bisa kehilangan rumah warisan karena orang tuanya pernah dituduh melakukan tindak pidana.

Mengingat risiko-risiko tersebut, Prof. Harris menekankan pentingnya transparansi dan akuntabilitas publik dalam proses perampasan aset. Ia berharap proses ini bisa terbuka dan diawasi oleh media serta masyarakat.

Ia juga menyarankan agar negara menyediakan bantuan hukum gratis, terutama bagi rakyat kecil yang terdampak.

"Negara juga harus menyediakan bantuan hukum gratis, terutama bagi rakyat kecil yang terdampak," ungkapnya.

Baca juga:

DPR dan Pemerintah Sudah Satu Suara Soal RUU Perampasan Aset, Minta Rakyat Sedikit Bersabar

Selain itu, ia berharap pemerintah bisa melakukan sosialisasi dan literasi hukum secara masif sebelum RUU ini diimplementasikan. Rakyat harus diedukasi mengenai hak-hak mereka agar tidak mudah diintimidasi.

"Karena ibarat pedang bermata dua, dirinya menilai rakyat kecil bisa dikriminalisasi hanya karena lemah administrasi, sedangkan orang kaya bisa melindungi aset dengan pengacara dan dokumen,” tutup Prof. Harris.

#UU Perampasan Aset #RUU Perampasan Aset #Kasus Korupsi
Bagikan

Berita Terkait

Indonesia
Gubernur Riau Abdul Wahid Terjaring OTT KPK, PKB: Kami Hormati Proses Hukum
Gubernur Riau, Abdul Wahid, terjaring OTT KPK, Senin (3/11). PKB pun menyebutkan, bahwa pihaknya menghormati proses hukum.
Soffi Amira - Selasa, 04 November 2025
Gubernur Riau Abdul Wahid Terjaring OTT KPK, PKB: Kami Hormati Proses Hukum
Indonesia
Gubernur Riau Abdul Wahid Tiba di KPK usai Kena OTT, Jalani Pemeriksaan Lanjutan
Gubernur Riau, Abdul Wahid, tiba di Gedung KPK usai terjaring OTT pada Senin (3/11) kemarin.
Soffi Amira - Selasa, 04 November 2025
Gubernur Riau Abdul Wahid Tiba di KPK usai Kena OTT, Jalani Pemeriksaan Lanjutan
Indonesia
Puluhan Tas Mewah hingga Logam Mulia Milik Harvey Moeis dan Sandra Dewi yang Dirampas Negara Segera Dilelang untuk Umum
Tas mewah Sandra Dewi jumlahnya mencapai 88 buah.
Dwi Astarini - Senin, 03 November 2025
Puluhan Tas Mewah hingga Logam Mulia Milik Harvey Moeis dan Sandra Dewi yang Dirampas Negara Segera Dilelang untuk Umum
Indonesia
Praswad Sebut Ada Indikasi Kuat Korupsi di Proyek Whoosh, Minta KPK Bertindak Independen
Mantan penyidik senior KPK, Praswad Nugraha menilai, adanya indikasi kuat dalam dugaan korupsi proyek Whoosh.
Soffi Amira - Jumat, 31 Oktober 2025
Praswad Sebut Ada Indikasi Kuat Korupsi di Proyek Whoosh, Minta KPK Bertindak Independen
Indonesia
KPK Sita Pabrik dan Pipa 7,6 KM PT BIG di Cilegon Terkait Kasus Jual Beli Gas PGN
PT BIG merupakan bagian dari ISARGAS Group dijadikan agunan dalam perjanjian jual beli gas antara PGN dan PT IAE.
Wisnu Cipto - Jumat, 31 Oktober 2025
KPK Sita Pabrik dan Pipa 7,6 KM PT BIG di Cilegon Terkait Kasus Jual Beli Gas PGN
Indonesia
Kembali Dipanggil, KPK Dalami Hubungan Rajiv dengan Tersangka Kasus Korupsi CSR BI
KPK kini sedang mendalami hubungan Anggota DPR dari fraksi NasDem, Rajiv, dengan para tersangka kasus korupsi CSR BI.
Soffi Amira - Kamis, 30 Oktober 2025
Kembali Dipanggil, KPK Dalami Hubungan Rajiv dengan Tersangka Kasus Korupsi CSR BI
Indonesia
Terungkap, Oknum Wartawan Mengaku Bisa Amankan Kasus Pemerasan TKA di KPK Ternyata Pemain Lama
Bayu Widodo Sugiarto pernah melakukan modus serupa pada tahun 2011 terhadap Mindo Rosalina Manullang dalam kasus suap Wisma Atlet.
Wisnu Cipto - Selasa, 28 Oktober 2025
Terungkap, Oknum Wartawan Mengaku Bisa Amankan Kasus Pemerasan TKA di KPK Ternyata Pemain Lama
Indonesia
Peluang Luhut Dipanggil Terkait Dugaan Korupsi Proyek Whoosh, Begini Jawaban KPK
Luhut Binsar Pandjaitan tercatat sebagai Ketua Komite Kereta Cepat Jakarta-Bandung.
Wisnu Cipto - Selasa, 28 Oktober 2025
Peluang Luhut Dipanggil Terkait Dugaan Korupsi Proyek Whoosh, Begini Jawaban KPK
Indonesia
Politisi NasDem Dipanggil KPK Setelah Rekan Separtainya Jadi Tersangka Korupsi Rp 28 Miliar, Siapa Lagi yang Kecipratan Dana PSBI OJK?
Satori diduga menerima uang sebesar Rp12,52 miliar
Angga Yudha Pratama - Senin, 27 Oktober 2025
Politisi NasDem Dipanggil KPK Setelah Rekan Separtainya Jadi Tersangka Korupsi Rp 28 Miliar, Siapa Lagi yang Kecipratan Dana PSBI OJK?
Indonesia
Sekjen DPR Mangkir dari Pemeriksaan Korupsi Rumah Jabatan, KPK Jadwalkan Ulang
KPK sudah menggandeng Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk melakukan penghitungan total kerugian negara dalam perkata tersebut. ?
Dwi Astarini - Jumat, 24 Oktober 2025
Sekjen DPR Mangkir dari Pemeriksaan Korupsi Rumah Jabatan, KPK Jadwalkan Ulang
Bagikan