3 Novel Bertema Perempuan untuk Merayakan Hari Kartini


Buku-buku tentang perempuan karangan penulis Indonesia. (Foto: Pixabay/@Pexels)
SELAMAT Hari Kartini untuk semua perempuan hebat Indonesia. Berjuta terima kasih kepada Ibu Kartini yang telah berjasa membuat status perempuan tak kalah dengan laki-laki. Untuk merayakan hari istimewa ini, yuk perbanyak pengetahuan dengan sejumlah buku bertema perempuan ini. Dijamin menginspirasi banget.
Baca juga:
1. Ibuk (Iwan Setyawan)

Sepertinya tidak dapat dibantah bahwa sosok perempuan terhebat ialah ibu kita sendiri. Ibu meupakan orang yang mengandung dan membesarkan, cinta pertama dalam kehidupan kita. Inilah yang hendak disampaikan dalam novel karangan Iwan Setyawan.
Sim dan Tinah jatuh cinta pada pandangan pertama. Di tengah keterbatasannya, keduanya membangun rumah tangga bersama anak-anaknya. Selain belajar tentang kehidupan rumah tangga, pembaca juga diajak melihat sosok ibuk yang luar biasa. Sesuai dengan realitas, tidak ada yang namanya kesempurnaan.
Namun di balik ketidaksempurnaan itu, ada seorang ibu yang siap menjaga keseimbangan keluarganya. Tinah jadi sosok perempuan perkasa yang siap meredam tangis dan memberi cinta penuh pada keluarganya. Salut deh.
2. Cantik itu Luka (Eka Kurniawan)

Perempuan dan kecantikan jadi dua hal yang sulit dipisahkan. Namun, Eka Kurniawan mencoba memberi makna baru bahwa hakikatnya cantik bukanlah segalanya. Bahkan kadang jadi sumber kesedihan.
Novel ini berlatar zaman penjajahan Belanda dan Jepang dan mengikuti tokoh utama bernama Dewi Ayu. Ia lahir dari pernikahan inses. Untugnya, Dewi tetap normal dan tidak cacat, malahan tumbuh jadi anak yang cantik. Sayang, nasibnya tidak secantik namanya. Orang tuanya pergi, kakek neneknya meninggal karena tentara Jepang. Setelahnya, ia ditahan dan dan dijadikan pelacur.
Hal tersebut membuatnya melahirkan empat orang anak. Tiga di antaranya lahir dengan wajah yang cantik, sementara yang keempat mempunyai wajah buruk rupa. Akan tetapi, pembaca akan belajar bahwa pada akhirnya menjadi rupawan bukan segala-galanya.
Baca juga:
3. Gadis Pantai (Pramoedya Ananta Toer)

Selama ini banyak orang yang lebih familiar dengan sosok Nyai Ontosoroh dari tetralogi Pulau Buru. Namun, sebenarnya Gadis Pantai dalam novel buatan Pram juga enggak kalah memorable.
Novel tersebut bercerita tentang feodalisme masyarakat Jawa yang biasa dilakukan golongan priyayi saat itu. Masih berusia 14 tahun, Gadis Pantai tiba-tiba diboyong dari kampung nelayannya untuk menikahi Bondoro. Statusnya saat itu hanya sebagai Mas Nganten. Istilah tersebut merujuk pada perempuan yang melayani kebutuhan seks priyayi sebelumnya akhirnya sang priyayi menikah dengan perempuan dari golongan sederajat.
Sayangnya, mereka tidak bisa menolak karena kalah dalam struktur masyarakat. Sungguh mengenaskan dan semena-mena. Bayangkan, pada zaman itu perempuan biasa yang bukan bangsawan dianggap seperti tidak ada harganya.
Melalui buku ini, Pram mengajak pembaca untuk merefleksi kehidupan sosial kita saat ini. Apakah masih ada Gadis Pantai Gadis Pantai lainnya di zaman ini? Semoga tidak. (sam)
Baca juga:
Bagikan
Berita Terkait
Viral! Surat-Surat R.A. Kartini Masuk Daftar Memory of the World, Bukti Perempuan Indonesia Punya Kontribusi Penting untuk Peradaban Dunia

Gim ‘Candy Crush’ Rilis Buku Masak

Deretan Tokoh Perempuan Indonesia Raih Penghargaan RA Kartini Award 2025

'Bunga Besi' Tida Wilson Hadirkan Panggung Puisi, Musik Eksperimental, dan Pameran Visual

Peluncuran Bunga Besi: Perayaan Sastra Visual dan Kolaborasi Lintas Disiplin

Ketika Kartini Membela Buruh, Cerita dari Pekerja Ukir Jepara

Pementasan ‘Terbitlah Terang’ Gemakan Suara Kartini lewat Pembacaan Surat dan Gagasannya

Perayaan Hari Buku dan Hak Cipta Sedunia 2025, Jembatan Antargenerasi dan Lintas Budaya

Pementasan Musikalisasi Puisi Bertajuk Terbitlah Terang: Pembacaan Surat dan Gagasan Kartini

Peringati Hari Kartini Petugas Bagikan Bunga Penumpang Perempuan di Stasiun Halim Whoosh
