Warung Mbah Marto, Bukti Peninggalan Kuatnya Pedagang Nasi Bantul
Jumat, 12 Agustus 2016 -
MerahPutih Kuliner - Pada era sebelum kemerdekaan, Pasar Beringharjo menjadi pasar sentral di Yogyakarta. Tak ayal, banyak pedagang dari luar Kota Yogyakarta datang untuk jual-beli di pasar ini. Mereka datang dari Gunungkidul, Bantul, hingga Kulonprogo.
Pedagang nasi Panggungharjo, Bantul, salah satunya. Dahulu, para pedagang tersebut rela berjalan kaki jauh-jauh dari Panggungharjo, Bantul, ke Panggungharjo. Mereka saban pagi membawa bakul dagangan, dengan jarak tempuh 7 hingga 10 kilometer.
Biasanya para pedagang nasi Panggungharjo berangkat bersama-sama. Namun, mereka pulang sendiri-sendiri. Meski begitu, dagangannya dikenal luas para pengunjung pasar. Nasi itu pun dikenal dengan nasi Panggungharjo.
Pariman, anak Mbah Marto, salah satu pedagang nasi yang berasal dari Panggungharjo, menyatakan bahwa orangtuanya merupakan satu bukti peninggalan tradisi berdagang di masa lalu. Bukti ini pun menunjukkan kuatnya perempuan di masa lalu karena mampu berjalan kaki berkilo-kilometer.
"Sebelum di sini, si Mbok (red, ibu), jualannya di luar rumah, di Pasar Beringharjo. Si Mbok bakulannya digendong, setiap hari jalan kaki ke sana," katanya menceritakan saat ditemui merahputih.com, di Panggungharjo, Sewon, Bantul, DI Yogyakarta, Kamis (11/8).
Saat itu, Mbah Marto telah berdagang nasi gudeg dengan lauk lele mangut. "Si Mbok dari umur 20 tahun udah jualan ini (mangut lele). Jualannya ya udah sekitar 60 atau 70 tahun. Usia si Mbok sekarang udah 90-an," katanya menjelaskan.
Sejak dahulu hingga saat ini, jelas Pariman, resep mangut lele sang ibu tidak pernah berubah. Tidak ada perbedaan bahan bumbu. Namun, kini jadi lebih dikenal karena pedagang nasi dengan mangut lele sudah jarang ditemui. "Dulu si Mbok cuma habisin lele 2 kilo. Sekarang ya puluhan kilo kan," kenangnya. (Fre)
BACA JUGA: