Warga Miskin Ekstrem Ditargetkan Berkurang 3 Juta di 2023
Kamis, 17 Februari 2022 -
MerahPutih.com - Presiden Joko Widodo telah menekankan bahwa tema dari RKP maupun PPKF (Pokok-pokok Kebijakan Fiskal) Tahun 2023 adalah Peningkatan Produktivitas untuk Transformasi Ekonomi yang Inklusif dan Berkelanjutan.
Selain kemiskinan, Pemerintah juga menyusun sejumlah kebijakan prioritas pada tahun 2023 yakni peningkatan kualitas sumber daya manusia, dalam hal ini pendidikan dan kesehatan.
Baca Juga:
Disparitas Kemiskinan di Perkotaan dan Desa Masih Tinggi
Kemudian, penanggulangan pengangguran yang disertai peningkatan lapangan kerja, pemulihan dunia usaha hingga revitalisasi industri dan penguatan riset terapan dalam rangka mendorong produktivitas.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa menargetkan, penurunan kemiskinan ekstrem pada 2023 bisa mencapai hingga 3 juta penduduk.
Percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem menjadi salah satu kebijakan prioritas yang disusun dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2023.
"Tahun 2023 kita harus menurunkan kemiskinan ekstrem dari 2,5 juta sampai 3 juta penduduk," kata Suharso di Jakarta, Rabu (16/2).
Suharso mengatakan, penurunan kemiskinan hingga 3 juta penduduk sejalan dengan rencana penghapusan kemiskinan ekstrem sebesar 0-1 persen pada 2024, sesuai target pembangunan.
Dalam Hasil Sidang Kabinet Paripurna itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2023 ditargetkan mencapai 5,3-5,9 persen. Kemudian, penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 27 persen; penurunan tingkat pengangguran terbuka berkisar 5,3-6 persen; rasio gini berada di level 0,375-0,378.
Indeks pembangunan manusia ditargetkan berada pada 73,29-73,35 persen dan tingkat kemiskinan sebesar 7-8 persen. Indikator pembangunan juga diukur dari nilai tukar petani yang ditargetkan mencapai 103-105 serta nilai tukar nelayan 105-107.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pemulihan konsumsi rumah tangga ke tren kisaran lima persen akan menjadi lokomotif untuk mendorong target pertumbuhan ekonomi.

"Jadi kalau terjadi suatu kegiatan normal yang baru, kita harap pulihnya konsumsi jadi penopang pertumbuhan ekonomi RI yang lebih tinggi," ujar Sri Mulyani.
Sri Mulyani menjelaskan, pada 2023, pemerintah akan menyusun anggaran secara sangat hati-hati dengan tetap memperhatikan tekanan dari pandemi COVID-19. Pemerintah berharap pandemi COVID-19 dapat mereda dan menjadi situasi endemi atau normal.
Untuk mengoptimalkan dorongan terhadap pertumbuhan, kata Sri Mulyani, pemerintah akan memanfaatkan sumber-sumber pertumbuhan yang tidak hanya bergantung pada APBN, seperti dari kontribusi pembiayaan perbankan dan pasar modal.
"APBN tetap akan suportif tapi peranan dari non APBN jadi penting. Konsumsi, investasi, ekspor kenaikannya cukup tinggi dan juga yang berasal dari institusi keuangan seperti perbankan," katanya. (Knu)
Baca Juga:
Cegahan Gelombang ke-3 COVID-19 Bisa Turunkan Angka Kemiskinan