PP Royalti Bikin LMK Punya Kekuatan Tagih dan Salurkan Hak Insan Musik
Rabu, 07 April 2021 -
MerahPutih.com - Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu Dan/Atau Musik pada 30 Maret 2021. Aturan turunan ini, telah ditunggu para insan musik tanah air menjak UU Tentang Hak Cipta terbit 2014 lalu.
Salah satu poin dalam PP ini adalah kuatnya Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMK) sebagai salah satu wadah agar para pencipta mendapatkan hak ekonomi, termasuk royalti.
Lembaga ini, merupakan lembaga bantu pemerintah nonAPBN yang dibentuk menteri berdasarkan undang-undang mengenai Hak Cipta.
Baca Juga:
LMKN berwenang menarik, menghimpun dan mendistribusikan royalti serta mengelola kepentingan hak ekonomi pencipta dan pemilik hak terkait di bidang lagu dan/atau musik.
Saat ini, Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) sudah banyak terbentuk. LMK terbagi menjadi dua, yakni LMK Hak Cipta dan LMK Hak Terkait. LMK Hak Cipta, seperti Wahana Musik Indonesia (WAMI) dan Karya Cipta Indonesia (KCI), menghimpun dan mendistribusikan royalti pencipta atau pemegang hak cipta dari karya yang didaftarkan.
LMK Hak Terkait seperti Anugrah Royalti Dangdut Indonesia (ARDI), Persatuan Artis Penyanyi Pencipta Lagu dan Pemusik Republik Indonesia (PAPPRI) dan PRISINDO, menghimpun dan mendistribusikan royalti pelaku pertunjukan seperti musisi dan produser dari karya yang didaftarkan.
Untuk mendapatkan hak ekononi atau royalti, para pencipta lagu, penyanyi, pemusik hingga pelaku pertunjukan harus menjadi anggota salah satu Lembaga Manajemen Kolektif. Insan musik yang punya peran ganda sebagai pencipta lagu dan penampil bisa tergabung dalam dua LMK, yakni LMK Hak Cipta dan LMK Hak Terkait.
Nantinya, LMKN akan menagih royalti dari para pemakai, mengacu dari Sistem Informasi Lagu dan Musik (SILM), sistem informasi dan data yang digunakan dalam pendistribusian royalti lagu dan musik pada para pengguna lagu dan musik secara komersial yang bakal ditarik.
Setiap acara komersial yang memutar lagu meliputi seminar dan konferensi komersial, restoran, kafe, pub, bar, distro, klub malam, diskotek, konser musik, pesawat, bus, kereta api, kapal laut, pameran dan bazar, bioskop, nada tunggu telepon, bank dan kantor, pertokoan, pusat rekreasi, lembaga penyiaran televisi, lembaga penyiaran radio, hotel, kamar hotel dan fasilitas hotel serta usaha karaoke.
Paling tidak, sebelum PP ini lahir, tercatat salah satu LMK PAPPRI mendistribusikan royalti sejumlah Rp1,69 miliar kepada lebih dari 470 anggotanya, jumlah itu meningkat sekitar Rp500 juta dari tahun sebelumnya. Dan pada tahun 2020, LMK PAPPRI mendistribusikan royalti sebsar Rp2,5 miliar.
Ketua Umum Lembaga Manajemen Kolektif Persatuan Artis Penyanyi, Pencipta Lagu dan Pemusik Republik Indonesia (PAPPRI) Dwiki Dharmawan menegaskan, dengan adanya PP ini, lembaganya memiliki kekuatan hukum yang lebih kuat untuk melakukan penagihan dan penyaluran royalti.

"Semua undang-undang tentunya baru bisa diimplementasikan secara maksimal kalau ada peraturan pemerintah seperti ini, (jadi) diperkuat, dan juga peraturan menteri peraturan menterinya. Tentu saja PP No. 56 tahun 2021 tentang pengelolaan royalti hak cipta lagu dan/atau musik ini menggembirakan untuk industri musik," katanya.
Semakin memaksimalkan peran LMK, lanjut ia, harus ada peraturan menteri umpamanya untuk mengatur tarif, untuk menentukan royalti dengan kesepakatan para asosiasi-asosiasi atau dari pengusaha-pengusaha.
Namun, dari semua itu, lanjut Dwiki, kejujuran, integritas dan saling menghormati dibutuhkan dalam menghargai intellectual property. Para pemakai yang memanfaatkan lagu dan musik secara komersial harus bisa bertanggungjawab melaporkannya kepada LMKN.
"Misalnya saya mau tampil di festival jazz di luar negeri, sebelum tampil si performer, misal saya yang tampil, menulis lagu yang akan dimainkan. Lagu itu diberi keterangan, ciptaan siapa, publisher siapa, produser siapa," katanya dikutip Antara.
Baca Juga:
Rayakan Hari Musik Nasional, Jokowi Sampaikan Pesan Optimisme