Pidato Prabowo Dinilai Jadi 'Kutukan' Bagi Diplomasi Berliku dan Pintu Gerbang Penentu Arah Percakapan Global

Kamis, 25 September 2025 - Angga Yudha Pratama

Merahputih.com - Guru Besar Universitas Negeri Makassar (UNM), Harris Arthur Hedar menilai pidato Presiden Prabowo Subianto pada Sidang Majelis Umum PBB merupakan simbol dari kepercayaan diri bangsa Indonesia dan diplomasi yang berlandaskan kebenaran.

Momen penting dalam sejarah diplomasi Indonesia ini tidak sekadar rutinitas tahunan kepala negara, melainkan juga menampilkan gaya kepemimpinan yang tegas, percaya diri, dan berakar pada kebenaran universal.

Harris memuji gaya komunikasi Prabowo yang lugas dan langsung. Prabowo tidak tampil dengan kalimat yang berliku, tetapi dengan bahasa yang lugas menyuarakan kebenaran.

"Kata-katanya sederhana namun penuh bobot," jelas Harris, Kamis (25/9).

Baca juga:

Presiden Prabowo Bertolak ke Belanda Usai Bahas Kerja Sama Strategis dengan Kanada

Retorika khas ini membuat pesan pidato tersebut tidak hanya didengar, tetapi juga dirasakan. Prabowo menggunakan kutipan dari Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia sebagai fondasi moral, menekankan bahwa kesetaraan manusia adalah prinsip yang harus diperjuangkan, bukan sekadar jargon.

Aspek paling menonjol dari pidato tersebut, kata Harris, adalah keberanian Prabowo dalam menyuarakan keadilan untuk Palestina. Isu yang selalu relevan ini disikapi dengan tegas oleh Prabowo, yang menyatakan bahwa dunia tidak boleh berdiam diri atas penderitaan rakyat Palestina.

Namun, secara menarik, Prabowo juga menyerukan pentingnya menghormati keamanan Israel. Sikap seimbang ini disebut sebagai keseimbangan diplomatik yang jarang disentuh secara terbuka.

Harris melihat posisi ini sebagai penegasan bahwa Indonesia berfungsi sebagai jembatan moral yang berprinsip, namun tetap realistis dalam menghadapi situasi geopolitik.

Pidato yang diakhiri dengan salam lintas agama ini dianggap Harris sebagai penutup yang sarat makna, memproyeksikan Indonesia sebagai bangsa multikultural, religius, dan toleran. Dengan demikian, Indonesia tidak hanya berbicara tentang HAM dan keadilan, tetapi juga menjadi contoh nyata dari pluralisme yang hidup.

Resonansi pidato ini terasa hingga ke media internasional. Media Israel menyoroti penggunaan salam "Shalom", sementara publik global mengapresiasi keberanian Prabowo mengangkat isu Palestina tanpa retorika kosong. Bahkan, beberapa pemimpin dunia menilai gaya pidato Prabowo tegas dan konstruktif.

"Pidato di PBB kali ini tidak hanya sekadar seremoni, melainkan statement of intent (pernyataan niat)," jelas dia.

Baca juga:

Reaksi Prabowo Pidatonya Dipuji Donald Trump: Itu Gaya Saya

Melalui Prabowo, dunia melihat Indonesia berani tampil dengan percaya diri, memadukan moralitas universal, kepentingan nasional, dan strategi diplomatik yang seimbang. Ini memperkuat posisi Indonesia sebagai negara dengan suara moral independen di tengah rivalitas geopolitik, menandai babak baru di mana Indonesia tidak hanya menjadi peserta, tetapi juga penentu arah percakapan global.

Pidato Prabowo berjudul “Seruan Indonesia untuk Harapan” (Indonesia’s Call for Hope), disampaikan dalam bahasa Inggris selama 19 menit di Debat Umum Sidang Majelis Umum ke-80 PBB di New York pada Selasa, 23 September. Dalam pidatonya, Prabowo juga menyinggung isu kemanusiaan yang pernah dialami Indonesia akibat kolonialisme, mirip dengan penderitaan yang kini dialami warga Palestina.

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan