Perempuan-perempuan Tangguh dalam Hidup Bung Karno

Jumat, 09 Maret 2018 - Noer Ardiansjah

MASYARAKAT Indonesia mengenal baik nama Bung Karno sebagai proklamator sekaligus bapak bangsa. Sewaktu kecil, ia memiliki nama Koesno Sosrodihardjo atau Kusno.

Namun, lantaran sering sakit, namanya pun diubah oleh orang tuanya menjadi Soekarno. Setelah ia menjadi presiden, tulisan Soekarno yang menggunakan ejaan lama kembali diubah menjadi Sukarno, sampai sekarang.

Lelaki kelahiran 6 Juni 1901 di Surabaya itu, menempuh pendidikan pertama kali di Tulung Agung. Hingga akhirnya pindah ke Mojokerto.

Pada Juni 1911, Kusno kecil mengenyam pendidikan di Europeesche Lagere School (ELS, setara SD), dan melanjutkan ke Hogere Burger School (HBS, sekolah 5 tahun setara SMP + SMA).

Ketika bersekolah di HBS, Kusno remaja mulai kenal HOS Tjokroaminoto. Hal tersebut, merupakan awal Bung Karno bertemu dengan Alimin, Musso, Dharsono, Haji Agus Salim, dan Abdul Muis.

Di sana pun, ia mulai aktif dalam kegiatan organisasi, yaitu pemuda Tri Koro Dharmo. Sampai akhirnya, Bung Karno meneruskan perjuangan lewat pergerakan untuk merebut kemerdekaan.

Berbagai tantangan ia hadapi. Keluar masuk penjara, sampai hidup di pengasingan pun ia lakoni, demi membebaskan Indonesia dari belenggu penjajahan.

Perjuangannya pun berbuah manis. Pada tanggal 17 Agustus 1945, ia bersama Bung Hatta atas dukungan para pemuda memproklamasikan kemerdekan Indonesia.

Namun, di balik sepak terjang Bung Karno, tentu tak lepas dari peran seorang perempuan. Perempuan-perempuan tersebut, ada yang paling istimewa dari semua perempuan yang ada di dunia.

Dari perempuan-perempuan itu pula, akhirnya Bung Karno menjadi seorang pemimpin besar revolusi tersohor di kancah politik. Tidak hanya di dalam negeri, tetapi juga luar negeri.

Berikut Perempuan-perempuan yang pernah menghiasi kehidupan Bung Karno:

1. Ida Ayu Nyoman Rai

Ibunda Bung Karno, Ida Ayu Nyoman Rai. (Istimewa)

Ida Ayu Nyoman Rai lahir pada tahun 1881. Ia adalah anak kedua dari pasangan Nyoman Pasek dan Ni Made Liran. Sewaktu kecil, orang tuanya memberi nama panggilan "Srimben", dengan arti limpahan rezeki yang membawa kebahagiaan dari Batari Sri.

Semasa remaja di Banjar Bale Agung, Nyoman Rai Srimben bersahabat dengan Made Lastri yang kemudian mengenalkannya dengan seorang guru Jawa pendatang bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo.

Kemudian mereka menikah. Dari hasil perkawinannya itu, lahirlah Koesno Sosrodihardjo, yang kemudian menjadi Soekarno, lalu Sukarno atau Bung Karno.

Rasa cinta kepada puteranya, Bung Karno, terlihat ketika ia jauh-jauh dari Blitar datang ke Bandung untuk menengok sang anak saat di penjara di Sukamiskin oleh kolonial Belanda.

Meskipun ia seorang perempuan yang buta akan politik, namun dukungan yang sangat hebat ia berikan kepada Bung Karno, hingga akhir hayatnya.

Ida Ayu Nyoman Rai meninggal 12 September 1958. Ida Ayu Nyoman Rai adalah perempuan hebat yang paling istimewa dalam kehidupan Bung Karno, melebihi perempuan mana pun.

2. Siti Oetari Tjokroaminoto

Istri Bung Karno, Siti Oetari Tjokroaminoto. (Istimewa)

Siti Oetari adalah putri sulung Hadji Oemar Said (HOS) Tjokroaminoto, pemimpin Sarekat Islam (SI). Siti Oetari adalah perempuan pertama yang mengisi kehidupan Bung Karno.

Siti Oetari menikah dengan Bung Karno ketika usianya belum genap 20 tahun. Ia kepincut dengan Bung Karno ketika presiden pertama RI itu masih menempuh pendidikan di Hogere Burger School (HBS), dan tinggal di rumahnya.

Namun, setelah menikah Bung Karno meninggalkan Surabaya untuk melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi di Technische Hoogeschool te Bandoeng (THS, sekarang ITB) di Bandung. Hingga akhirnya, Bung Karno menceraikan Oetari.

3. Inggit Garnasih

Inggit Garnasih. (Istimewa)

Inggit Garnasih lahir di Desa Kamasan, Kecamatan Banjaran, Kabupaten Bandung, Jawa Barat pada 17 Februari 1888. Inggit adalah perempuan kedua yang mengisi kehidupannya setelah Siti Oetari.

Inggit juga salah seorang perempuan yang banyak menyokong setiap langkah perjuangan-perjuangan Bung Karno. Inggit juga perempuan yang kerap menjenguk Bung Karno ketika ia masuk penjara Belanda di Bandung. Bagi Inggit, Bung Karno adalah cinta sejatinya.

Inggit juga perempuan yang ikut mengantarkan Bung Karno ke dalam pintu gerbang kemerdekaan setelah melewati tahun-tahun gejolak marabahaya.

Meskipun mereka akhirnya tidak lagi bersama, hubungan keduanya sangat baik, dan Inggit tetap menyimpan perasaan terhadap Bung Karno. Inggit juga melayat ketika Bung Karno meninggal.

4. Fatmawati

Fatmawati. (Istimewa)

Fatmawati memilki nama asli Fatimah. Fatmawati lahir di Bengkulu 5 Februari 1923. Fatnawati adalah perempuan yang menemani Bung Karno saat detik-detik proklamasi kemerdekaan Indonesia.

Bahkan, ia adalah perempuan yang menjahit bendera merah putih, yang dijadikan sebagai bendera pusaka, yang dikibarkan saat pembacaan teks proklamasi 17 Agustus 1945.

5. Ratna Sari Dewi

Ratna Sari Dewi. (Istimewa)

Ratna Sari Dewi menikah dengan Bung Karno pada tahun 1962, ketika berumur 19 tahun. Dari hasil pernikahannya, ia mempunyai satu orang anak, yaitu Kartika Sari Dewi Sukarno.

Ratna Sari Dewi adalah perempuan berkebangsaan Jepang, dengan nama asli Naoko Nemoto. Dewi berkenalan dengan Bung Karno lewat seorang relasi ketika Bung Karno berada di Hotel Imperial, Tokyo.

Menjelang redupnya kekuasaan Sukarno, Dewi meninggalkan Indonesia. Setelah lebih sepuluh tahun bermukim di Paris, pada 1983 Dewi kembali ke Jakarta. Namun, tahun 2008 ia kembali ke Jepang dan menetap di Shibuya, Tokyo.

6. Hartini

Hartini. (Istimewa)

Hartini adalah istri keempat Bung Karno. Hartini lahir di Ponorogo, Jawa Timur, 20 September 1924 dan meninggal di Jakarta, 12 Maret 2002.

Hartini menikah dengan Bung Karno sebagai seorang janda dengan 5 anak. Sampai akhir hayat, Bung Karno hidup dengan Hartini. Bahkan, di pangkuan Hartini, Bung Karno mengembuskan napas terakhirnya. (*)

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan