Pengamat: Keterpurukan Ekonomi Hanya Sementara
Kamis, 21 Mei 2015 -
MerahPutih, Bisnis-Sudah 17 tahun Reformasi berlalu, namun kondisi perekonomian belum menggembirakan.
Ekonom Universitas Indonesia (UI) Berly Martawardaya tak menampik ada harga yang harus dibayar oleh bangsa ini.
"Kondisi perekonomian tidak cukup bagus. Tapi, kondisi ini tidak hanya dialami Indonesia. Beberapa negara tetangga juga mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi. Hal ini dikarenakan pengaruh perekonomian global sedang lesu," kata Berly ketika dihubungi merahputih.com, Kamis (21/5) malam.
Seperti diketahui, delapan bulan sejak Joko Widodo dilantik sebagai presiden pada Oktober tahun lalu nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terus melemah.
Seperti diketahui, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat masih di kisaran Rp13.000 per dolar AS.
Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo melansir pertumbuhan ekonomi tahun 2016 sekira 5-6 persen. Angka tersebut masih di bawah asumsi pemerintah, yakni sebesar 5,6-6,2 persen.
Namun, Berly mengatakan kondisi ini berbeda dengan tahun 1998, di mana Soeharto dilengserkan dari kursi presiden karena kondisi ekonomi terpuruk saat itu rupiah di level Rp15.000 terhadap dolar AS. Saat itu, pembangunan tidak berjalan. Proyek-proyek mangkrak.
Sedangkan saat ini, kata Berly, proyek-proyek pembangunan infrastruktur terus berjalan. Ia optimistis pembangunan infrastruktur itu kelak dapat meningkatkan perekonomian Indonesia.
"Saat ini anggaran lebih banyak terserap untuk pembangunan infrastruktur daripada digunakan untuk subsidi BBM," jelasnya.
Sementara Sekjen Aliansi Masyarakat Sipil Indonesia Hebat (Almisbat), Hendrik Sirait menyatakan utang luar negeri yang membebani rakyat adalah warisan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono.
"Presiden Jokowi baru memerintah delapan bulan. Itu warisan zamannya SBY," tukas Hendrik. Ia mengklaim pemerintahan Jokowi saat ini justru malah mengurangi utang.
Mengenai tawaran pinjaman baru sebesar Rp144 triliun dari IMF, Hendrik memandang hal itu tidak masalah.
"Dari satu pemerintahan ke pemerintahan berikutnya selalu berutang. Pertanyaannya apakah utang itu digunakan untuk pembangunan?" tukasnya.(Luh/Rfd)