Pemenang Pilpres Gampang Diprediksi, Kecuali Ada Tsunami
Senin, 15 April 2019 -
MerahPutih.com - Pengamat Politik dari UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, Adi Prayitno menyatakan pemenang Pilpres 2019 pada 17 April mendatang mudah sekali diprediksi tinggal melihat hasil survei terakhir lembaga-lembaga survei yang tepercaya, jangan yang hanya muncul 5 tahun sekali.
“Kalau melihat kecenderungan trend survei, tetap Jokowi yang unggul. Di (hasil) survei itu kan nyaris tidak ada pergerakan signifikan melampaui elektabilitas Jokowi, terutama survei-survei yang dikeluarkan lembaga yang secara reguler melakukan survei. Bukan lembaga survei yang hanya muncul 5 tahun sekali,” kata Adi di Jakarta, Senin (15/4).

Beberapa hari menjelang hari tenang Pemilu 2019, sejumlah lembaga survei merilis hasil jajak pendapat mereka. Charta Politika menempatkan elektabilitas pasangan Jokowi-Ma'ruf di angka 55,7 persen, sementara tingkat keterpilihan pasangan Prabowo-Sandiaga sebesar 38,8 persen.
Hasil survei teranyar Saiful Mujani Research Center (SMRC) yang dirilis pada Jumat, 12 April lalu, juga hampir senada. Jokowi-Ma’ruf Amin unggul dengan 56,8 persen dan pesaingnya 37 persen.
Pasangan capres nomor 01 juga unggul berdasarkan survei Indo Barometer dengan 59,9 persen sedangkan Prabowo-Sandiaga sebesar 40,1 persen. Lembaga Survei Median juga menggulkan petahana meski selisihnya tipis. Jokowi-Ma'ruf 47,2 persen dan Prabowo-Sandiaga 39,5 persen.
Menurut Adi, jika melihat tren survei kecenderungannya Jokowi unggul di Pilpres nanti. “Unggulnya bisa dua digit atau satu digit. Kalau toh didiskon jadi satu digit, Jokowi kan tetap unggul. Itu artinya selama kampanye, debat kandidat, itu memang tidak terlampau mengubah peta politik,” kata Adi.

Kalaupun ada tren kenaikan elektabilitas Prabowo-Sandi, kata dia, itu berasal dari swing voter sebab basis pemilih Jokowi juga trennya naik. Ini juga bisa diterjemahkan swing voter mengalami penurunan hingga terkikis menjadi 7 persen.
“Artinya tidak ada migrasi pemilih dari 01 ke 02. Kecenderungannya hanya saling memperebutkan swing voter itu. Jokowi tidak memiliki tren turun, Prabowo juga demikian. Artinya strong voter kedunya tidak ada yang pindah,” ujar Adi.
“Kalau tak ada tsunami, kiamat, atau tidak ada badai besar, kecenderungan berubahnya kecil," tutup Pengamat Politik UIN Jakarta itu. (*)