Pembubaran FPI Dinilai Bentuk Pemberangusan Demokrasi

Kamis, 31 Desember 2020 - Zulfikar Sy

MerahPutih.com - Pembubaran Front Pembela Islam (FPI) menuai polemik. Banyak yang mendukung, namun tak sedikit juga menolaknya.

Wakil Ketua Umum Pimpinan Pusat Persatuan Islam (PP Persis) Jeje Zaenudin menyesalkan dan prihatin atas sikap pemerintah dalam memperlakukan ormas yang dinilai melanggar hukum dengan cara langsung membubarkan, tanpa proses peradilan atau pun dialog terlebih dahulu.

"Cara-cara seperti ini tentu sangat berpotensi besar terjadi penzaliman terhadap ormas yang dibubarkan dan berpotensi membunuh sistem demokrasi itu sendiri," kata Jeje dalam keterangannya kepada wartawan, Kamis (31/12).

Baca Juga:

FPI Dibubarkan Pemerintah, PKS: Apa Kesalahannya?

Menurut Jeje, pembubaran atau lebih tepatnya adalah pelarangan dan pembekuan semua aktivitas FPI, dikhawatirkan ditafsirkan bernuansa intimidasi pemerintah terhadap kelompok-kelompok kritis yang beroposisi.

"Karena beberapa pimpinan utamanya sedang dalam proses pemeriksaan kepolisian," katanya.

Jeje menyebut, bagaimanapun keberadaan ormas itu dilindungi oleh hukum dan merupakan kewajiban pemerintah untuk melindungi, mengayomi, dan membinanya agar konstruktif. Bukan dengan cara bubar-membubarkan begitu saja.

Kecuali ormas-ormas yang mengusung ideologi yang dengan tegas dilarang keberadaannya oleh undang-undang di Indonesia seperti ideologi komunisme dan sejenisnya.

"Ini demi terwujudnya Indonesia sebagai negara hukum yang demokratis berdasar Pancasila dan Undang-Undang Dasar 45," tuturnya.

Sejumlah polisi merazia markas besar Front Pembela Islam di Petamburan III, Jakarta Pusat, Rabu (30/12/2020) (ANTARA/ Abdu Faisal)
Sejumlah polisi merazia markas besar Front Pembela Islam di Petamburan III, Jakarta Pusat, Rabu (30/12/2020) (ANTARA/ Abdu Faisal)

Namun demikian, dia menolak anggapan bahwa pembekuan aktivitas FPI sama dengan pelarangan dakwah nahi mungkar.

"Gerakan nahi mungkar ya wajib terus berlangsung, karena itu perintah agama dan kewajiban setiap muslim sesuai kemampuannya, bukan tugas FPI," kata Jeje.

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat Bidang Seni, Budaya, dan Peradaban ini menuturkan, semua ormas, yayasan dakwah, individu, bahkan anggota FPI pun masih terus bisa dengan leluasa beramar makruf nahi mungkar dengan bebas.

Baca Juga:

Pembubaran FPI Dinilai Jadi "Kado Manis" di Penghujung Tahun 2020

Menurut dia, yang dibekukan itu adalah ormas dan kelembagaannya. Adapun misi dan kegiatannya, tanpa memakai atribut yang dilarang, bisa terus berjalan.

"Artinya, ada atau tidak ada FPI, bahkan ada atau tidak ada ormas apa pun, kewajiban dakwah amar makruf nahi mungkar yang sesuai dengan tuntunan ajaran Islam tetap wajib dijalankan sesuai dengan situasi, kondisi, serta kapasitas dan kapasitas tiap pribadi muslim," imbuhnya.

Jeje meyakini semua sebagai warga negara yang baik tentu wajib sepakat menjunjung tinggi supremasi hukum dan keadaban berbangsa-bernegara di atas kepentingan kelompok, kepentingan politik aliran. Bahkan, di atas kepentingan kekuasaan itu sendiri.

"Ini demi terwujudnya Indonesia sebagai negara hukum yang demokratis berdasar Pancasila dan Undang-Undang Dasar 45," tuturnya. (Knu)

Baca Juga:

Kontras Persoalkan SKB Pelarangan FPI

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan