Pakar Sebut KPU Langgar Prinsip Penyelenggaraan Pemilu

Selasa, 20 Februari 2024 - Ikhsan Aryo Digdo

MerahPutih.com - Pakar hukum tata negara dari Universitas Andalas, Feri Amsari mengungkapkan Pemilu 2024 diduga tidak berjalan sebagaimana mestinya.

Ia mengungkapkan satu tempat pemungutan suara (TPS) maksimal ada 300 pemilih, tapi pada kenyataannya diduga ada paslon yang mendapat 600 suara.

Baca Juga:

PKS Ungkap Strategi Menang Pileg di Inggris

Seharusnya, kata Feri, sistem teknologi informasi KPU tidak bisa menerima jumlah suara lebih dari 300 pada satu TPS.

“Ini kok bisa KPU menerima sistem input data yang tidak masuk akal," kata Feri saat diwawancara oleh mantan Ketua KPK Abraham Samad pada podcast “Speak Up” yang dikutip Selasa (20/2).

Mantan Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas ini mengatakan, ada psikologi politik bermain untuk seolah-olah memenangkan pertarungan.

“Saya mohon maaf kepada KPU dengan membiarkan input data yang tidak masuk akal dalam sistem mereka, berarti KPU sengaja membiarkan data itu terproses oleh sistem. Padahal sistemnya sederhana saja, setiap suara lebih dari 300 ditolak, diperbaiki dulu,” paparnya.

Baca Juga:

[HOAKS atau FAKTA] : Hasil Real Count Anies Tiba-tiba Melonjak Tinggi Melewati Prabowo

Fery juga menyindir perbaikan data KPU yang berbasis kritik masyarakat di media sosial. Seharusnya, KPU memperbaiki data dengan cara melakukan cross check atas atas data yang dimilikinya.

“Tidak terbuka dan sekadar minta maaf dalam konteks ini tidak cukup," tegasnya.

Mengutip keterangan Ketua Bawaslu Rahmat Bagja pada Kamis (15/2), ada potensi PSU (pemungutan suara ulang) di 2.413 TPS. Dari pantauan pada tahap pemungutan suara ditemukan bahwa pemilih menggunakan hak pilih lebih dari satu kali.

Hal lain yang patut disoroti pada Pemilu 2024 adalah ada sekitar 8 juta pemilih penyandang disabilitas, tetapi KPU diduga hanya mencatat 1 juta orang.

Dia menilai hal ini terkait dengan kewajiban KPU menempatkan huruf braille saat pencobloan, sehingga ketika memasuki bilik suara, seorang tunanetra tidak perlu dituntun. Kalau ada penuntun saat mencoblos, ini akan menjadi masalah jika yang diminta bukan yang ingin dicoblos.

“Jika penuntun sebagai pelaku kecurangan, maka akan ada 8 juta suara disabilitas yang dicurangi suaranya,” pungkasnya. (pon)

Baca Juga:

1.223 TPS Alami Kesalahan Data pada Sirekap

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan