Pakar Ekonomi Khawatirkan Celah Korupsi Terbuka di Program Makan Bergizi Gratis

Selasa, 07 Januari 2025 - Ananda Dimas Prasetya

MerahPutih.com - Potensi celah korupsi dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) dianggap cukup besar.

Ekonom Achmad Nur Hidayat menilai, dengan alokasi anggaran sebesar Rp 71 triliun pada RAPBN 2025 program ini menghadapi risiko pelanggaran.

“Khususnya anggaran menguap jika tidak dikelola dengan baik,” kata Achmad di Jakarta, Selasa (7/1).

Achmad melihat, biaya per porsi makanan yang direvisi menjadi Rp10 ribu tampak rendah.

“Pertanyaannya adalah apakah dengan anggaran tersebut kualitas dan kuantitas makanan yang disediakan cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi penerima manfaat,” sebut Achmad.

Baca juga:

5 Ribu Dapur Ditargetkan Sediakan Makan Bergizi Gratis di Pertengahan Tahun 2025

Dia menuturkan, pemerintah juga perlu memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran

Tanpa mekanisme pengawasan yang memadai, ada risiko dana disalahgunakan atau tidak digunakan secara efisien.

“Contohnya, biaya operasional untuk dapur-dapur yang tersebar di seluruh negeri bisa membengkak akibat logistik, gaji tenaga kerja, dan perawatan fasilitas,” imbuh Achmad.

Achmad mengingatkan, Indonesia sudah memiliki berbagai program yang berfokus pada peningkatan gizi, seperti Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT).

Baca juga:

Program Makan Bergizi Gratis Dianggap Timpang dan Tak Merata

Program MBG berisiko tumpang tindih dengan inisiatif ini, baik dalam hal sasaran maupun alokasi sumber daya.

“Tanpa koordinasi yang baik, program-program ini bisa menjadi tidak efisien dan saling mengganggu,” sebut Achmad.

Meskipun pemerintah optimistis bahwa seluruh penerima manfaat akan terjangkau dalam waktu tiga hingga lima tahun, target ini tampak terlalu ambisius mengingat tantangan logistik, anggaran, dan koordinasi.

Ada kekhawatiran bahwa setelah lima tahun, program ini mungkin tidak berkelanjutan tanpa suntikan dana tambahan yang besar.

“Selain itu, tanpa strategi exit yang jelas, program ini bisa berakhir sebagai solusi sementara yang tidak mengatasi akar masalah gizi buruk di Indonesia,” pungkas Achmad yang juga ekonom dari UPN Veteran Jakarta ini. (Knu)

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan