Nasib FPI dan PA 212 Kini: Oposisi di Ujung Tanduk

Kamis, 01 Agustus 2019 - Wisnu Cipto

MerahPutih.com - Pasca-kekalahan Capres Nomor Urut 02 b di Pilpres 2019, nasib sejumlah ormas pendukungnya yang kerap mengambil posisi sebagai oposisi Pemerintah Presiden Joko Widodo (Jokowi) kini berada di ujung tanduk. Sebut saja Front Pembela Islam (FPI) dan Persaudaraan Alumni 212 (PA 212) yang kini semakin tak jelas nasibnya.

FPI, ormas yang dikomandoi Habib Rizieq Shihab ini, terancam bubar karena izinnya tak kunjung disetujui pemerintah untuk diperpanjang. Padahal, izin FPI sudah habis bulan Juli lalu.

Baca Juga: FPI Bisa Dibubarkan

Rizieq pun terancam nasibnya karena terkatung-katung di Arab Saudi tanpa kepastian akan kasus hukumnya. Banyak yang menyebut, Rizieq tak akan berani pulang ke Indonesia karena status hukum yang bisa menjeratnya jika kembali ke tanah air.

Imam Besar FPI Rizieq Shihab
Imam besar FPI, Rizieq Shihab. (MP/Fadhli)

Pemerintah beralasan FPI tak memenuhi syarat seperti rekam jejak dan syarat formil lainya. Namun, jika dilihat dari rekam jejak FPI selama ini yang cenderung kontroversi, sepertinya sulit untuk dikabulkan pemerintahan Jokowi.

Kini, segala cara mereka tempuh untuk bisa aktif kembali. Namun, karena alasan banyak syarat yang belum dipenuhi, eksistensi mereka terancam lantaran bisa muncul stampel ormas ilegal tak berizin.

Baca Juga: Lupakan Rizieq Shihab Saat Bertemu Jokowi, PA 212 Pastikan Tak Dukung Prabowo

Nasib serupa dialami Persaudaraan Alumni 212. Kelompok ini cenderung tak jelas statusnya lantaran tak memiliki badan hukum. Kelompok ini lebih pantas disebut sebagi komunitas 'barisan sakit hati' terhadap rezim Joko Widodo.

Mereka mulai muncul saat kasus penistaan agama mantan Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) beberapa waktu lalu. Kegiatan mereka hanya diisi dengan demo, demo dan demo. Demonya pun dikemas seperti acara keagamaan sehingga banyak yang menyebut sebagai ormas yang mempolitisasi agama.

Seorang orator menyampaikan aspirasinya di kawasan Patung Kuda, Jakarta Pusat
Massa 212 berunjuk rasa di sekitar Patung Kuda, Jakarta Pusat jelang putusan MK terkait sengketa Pilpres (Foto: antaranews)

Untuk menumbangkan Ahok di Pilkada DKI, kelompok yang dipimpin oleh Slamet Maarif ini terbukti berhasil. Sementara, untuk Pilpres 2019, mereka gagal total. Isu agama yang dipakai rupanya sudah tak menarik lagi. Ma'ruf Amin yang sempat menjadi bagian dari mereka kini sudah beralih.

Tak Lagi Bertaji

Terbukti, isu agama yang mereka gunakan gagal bahkan hingga membuat masyarakat jengah. Kini, 4 bulan setelah kekalahan Prabowo, tak ada lagi aksi-aksi massa yang melibatkan FPI dan 212. Kontroversi yang mereka buat juga cenderung hilang. Isu yang dimainkan juga tak jelas.

Yang ada hanyalah keinginan untuk membuat Ijtima Ulama IV yang tak ada tujuannya. Bahkan, diprediksi kelompok ini bakal bubar dengan sendirinya.

Baca Juga: Prabowo Temui Megawati, PA 212 dan FPI Melemah

Eksistensi kelompok 212 dan FPI pun kian melemah. Nasib mereka pun tentu sangat ditentukan bagaimana Prabowo memposisikan diri dalam kekuasaan. Apakah tetap mengambil jarak sebagai penyeimbang pemerintah atau mau bergabung dengan pemerintahan Jokowi-Maruf Amin.

Prabowo mega
Pertemuan Megawati Soekarnoputri dan Prabowo Subianto. Foto: TKN

Jika pilihannya bergabung, maka tentu akan ada dampaknya terhadap pembagian kekuasaan. Dengan demikian tentu pendukung Prabowo akan turut mendapatkan posisi. Namun jika tidak bergabung, maka para pendukung agak sulit untuk masuk dalam kekuasaan.

Jawaban Kemendagri

Jawaban Kemendagri

Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kemendagri, Bahtiar menyebut ada dua jenis syarat yang harus diperiksa Kemendagri terkait perpanjangan izin FPI. Diantaranya syarat administrasi dan substansi.

Mengenai manfaat suatu organisasi menjadi syarat substansi. Menurut Bahtiar jika ada organisasi yang dianggap tidak memberi manfaat maka tidak akan diberikan izin.

"Apakah sebuah organisasi itu keberadaannya bermanfaat bagi negara ini? Atau menjadi mudarat. Kalau mudarat ngapain kami biarkan hidup di negeri ini," ujar Bahtiar.

Baca Juga: Kemendagri Buka-bukaan Alasan Belum Perpanjang Izin Ormas FPI

Bahtiar menuturkan, kebebasan berorganisasi atau berserikat memang dihormati di Indonesia. Namun, ada batasan hukum yang harus dihormati untuk menjalankan organisasi. Karena itu pihaknya akan melakukan pemeriksaan mendalam soal manfaat FPI.

PA 212
Ketua PA 212 Slamet Ma'arif bersama kuasa hukumnya saat mendatangi Mapolresta Solo (MP/Ismail)

Klaim Ikut Jejak Nabi

Ketua Umum PA 212 Haikal Hassan menegaskan, kolompok yang diisi oleh banyak ulama itu akan tetap menjadi oposisi pemerintah. "Ulama itu pasti oposisi, jika tidak oposisi maka berhenti jadi ulama," tegas Haikal Hassan.

Haikal Hassan mengatakan, hal itu seperti yang dilakukan oleh para Nabi. Nabi selalu dianggap menjadi oposisi dari penguasa.

"Mari kita lihat sejarah, Ibrahim oposisi pada Namrud, Nabi Musa oposisi pada Fir'aun, nabi yang tidak oposisi sekaligus raja dia adalah Daud dan Sulaiman," jelas Haikal Hassan.

Baca Juga: Negara Tak Halangi Rizieq, Imigrasi: Dia Saja yang Tidak Mau Pulang

Tentu saja, nasib PA 212 dan FPI ini menarik untuk ditunggu. Apakah mereka akan menjadi oposisi yang konsisten dengan tujuan awal mereka atau malah menjadi pecundang demi ambisi kekuasaan. (Knu)

Bagikan

Baca Original Artikel

Berita Terkait

Bagikan