Menteri Agama sebut Paham Radikal Susah Menyebar di Indonesia karena Pengaruh Budaya Maritim dan Heterogen
Rabu, 23 April 2025 -
MerahPutih.com - Menteri Agama Nasaruddin Umar memaparkan keunggulan budaya maritim Indonesia dalam menangkal radikalisme.
Menurut Menag, akar kekuatan Indonesia terletak pada watak budaya maritim (wilayah kepulauan) yang terbuka, inklusif, dan kolaboratif.
Sebaliknya, budaya kontinental atau wilayah daratan benua cenderung tertutup dan hirarkis.
"Di Indonesia, tidak ada nabi. Tapi masyarakatnya sudah sopan dan santun. Kita tiap tahun mendapat penghargaan sebagai jemaah haji paling tertib dan disiplin," jelasnya di Jakarta dikutip Rabu (23/4).
Baca juga:
Penyebaran Radikal di Depan Mata, Semua Orang Bisa Direkrut ke Jaringan Teror
Menurut Nasarudin, budaya maritim terbiasa menghargai perbedaan.
“Filosofinya, di mana ada pulau, kita boleh sandarkan perahu. Di mana ada sungai, kita boleh ambil air. Api, air, dan pantai tidak boleh dimonopoli. Karena itu, masyarakat maritim lebih kolaboratif dan terbuka," lanjutnya.
Menag membandingkan dengan sejumlah negara kontinental yang lebih homogen, seperti Afghanistan yang hanya memiliki tujuh etnis dan dua bahasa, namun terus dilanda konflik.
Kondisi serupa juga ditemui di negara-negara berbahasa Arab seperti Suriah dan Sudan.
"Karena itu, radikalisme di Indonesia biasanya dipicu oleh pengaruh luar. Misalnya, penolakan pembangunan rumah ibadah, baik gereja atau masjid, bukan berasal dari warga lokal, tapi dari pendatang yang diprovokasi oleh jaringan luar," ungkapnya.
Baca juga:
Pesan Menteri Agama untuk Calon Jemaah Haji: Jangan Hanya Mendoakan Diri Sendiri
Menag menegaskan pentingnya memahami ancaman radikalisme secara utuh dan berbasis data terkini.
“Aparat seperti Densus 88 bisa lebih komprehensif dalam menganalisis pola-pola baru penyebaran radikalisme, termasuk yang menyasar perempuan dan ibu rumah tangga,” tutup Nasaruddin. (Knu)