Lustrum IV Reformasi dalam Pengalaman Puan Maharani dan Agus Yudhoyono
Senin, 21 Mei 2018 -
MerahPutih.Com - Gerakan reformasi 1998 meninggalkan banyak kisah dan kejadian yang mengharu biru. Dibalik kejatuhan rezim Soeharto dan Orde Baru terpapar beragam pengalaman anak bangsa mulai dari para politisi, demonstran, aktivis mahasiswa dan banyak kelompok masyarakat.
Pengalaman-pengalaman tersebut bagi Puan Maharani dan Agus Harimurti Yudhoyono layak dikisahkan kembali. Melalui pengalaman mereka, Puan dan AHY ingin meletakan reformasi sebagai cermin untuk melihat dan menjalani amanatnya dengan semangat kekinian.
Apalagi, kisah Puan Maharani dan AHY luput dari sorot kamera dan laporan media massa. Kini setelah lustrum ke-4 atau 20 tahun reformasi, pengalaman kedua tokoh muda itu layak diulas sebagai rekaman peristiwa di balik peristiwa.

Puan mengatakan jelang kejatuhan Soeharto, dia berumur sekitar 25 tahun, sebagai anak perempuan, Puan juga ikut terlibat di belakang layar.
Waktu itu, puan bertugas sebagai juru masak di rumahnya di kawasan kebagusan, Jakarta Selatan.
Di kediaman ibunya, Megawati Soekarnoputri itu sempat dijadikan dapur umum bagi aktivis dan rakyat jelang reformasi.
"Aktivis dan rakyat sering menjadikan rumah ibu sebagai tempat berkumpul," kata Puan saat ditemui dalam acara refleksi 20 tahun reformasi yang dihelat ICMI di Hotel Grand Sahid Jakarta, Senin (21/5).
Puan menceritakan, lauk yang dimasak pun ala reformasi, ikan dan sayur sop berkuah banyak.
"Karena seberapa banyak yang dimasak tidak pernah tidak habis, ada saja rakyat yang datang," ujarnya.
Menko PMK itu berujar, cerita itu merupakan sekelumit kisah yang berkesan sebelum Seoharto jatuh dari kekuasaan, selain cerita terkait gagal nikah karena pihak gedung enggan menyewakan tempat untuk pernikahannya.
"Pihak gedung enggan menyewakan tempat, karena kondisi waktu itu," kata Puan mengisahkan.

Di kesempatan yang sama, Putra Sulung Soesilo Bambang Yudhoyono, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) juga berkisah tentang dirinya jelang reformasi.
Dia mengatakan saat gelombang demonstrasi mahasiswa massif, Dia masih bersekolah di SMA Taruna Nusantara.
AHY menyaksikan bagaiman tentara dan polisi dilempari oleh rakyat. Dari peristiwa itu, terbersit dalam benaknya pertanyaan kenapa rakyat begitu membenci tentara.
Ternyata, setelah reformasi jawabannya terpecahkan.
"Dulu ada celetukan bahwa ABRI bisa menyelesikan segalanya kecuali tugas pokoknya, ibarat kendaran semua berbunyi kecuali klakson," kata AHY berseloroh.
Di era reformasi, TNI dikembalikan kepada tugas pokoknya dan menjadi tentara yang profesional.
"Peran sospol dihapus, TNI tidak lagi dekat dengan kekuasan dan bisnis," imbuhnya.
Anehnya, Profesinalisme TNI yang mulai berjalan pada relnya ingin ditarik-tarik.
"Alhamdulilah, TNI tidak tergiur, jangan sampai menarik-narik TNI untuk berpolitik lagi," pungkas AHY.(Fdi)
Baca berita menarik lainnya dalam artikel: Ketika Empat Anak Presiden Pascareformasi Bicara Hasil Reformasi 98