KPK Patuh Pada Putusan Presiden Terkait Rehabilitasi Bekas Direksi ASDP

Selasa, 25 November 2025 - Alwan Ridha Ramdani

MerahPutih.com - Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad dalam keterangan persnya bersama Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi dan Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya mengumumkan rehabilitasi bagi tiga orang yang tersangkut dalam perkara hukum PT ASDP Indonesia Ferry.

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Johanis Tanak merespons keputusan Presiden Prabowo Subianto yang memberikan pemberian rehabilitasi terhadap tiga mantan direksi PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) yang sebelumnya divonis dalam kasus akuisisi PT Jembatan Nusantara (JN).

Menurut Tanak, kewenangan tersebut merupakan hak prerogatif Presiden yang diberikan langsung oleh konstitusi.

Karena itu, kata ia, keputusan Presiden dalam hal pemberian rehabilitasi tidak dapat diganggu gugat oleh lembaga negara manapun, termasuk KPK.

Baca juga:

Apa Itu Rehabilitasi, Dasar Hukum dan Dampaknya Pada Terpidana, Begini Penjelasan Yusril

"Hak prerogatif Presiden tersebut tidak dapat diganggu gugat oleh lembaga lain karena kekuasaan tersebut diberikan langsung oleh UUD 1945 untuk memastikan Presiden dapat menjalankan tugasnya secara efektif,” ujarnya kepada wartawan di Jakarta, Selasa (25/11) malam.

Ia menegaskan, posisi KPK dalam konteks ini adalah menghormati keputusan kepala negara.

“Dengan demikian, KPK pun tidak dapat mengintervensi Keputusan Presiden untuk memberikan rehabilitasi terhadap Ira Puspita dan dua terdakwa lainnya,” katanya.

Tanak menutup pernyataannya dengan menegaskan bahwa KPK tetap berkomitmen menjalankan tugas pemberantasan korupsi sesuai aturan, sembari menghormati kewenangan konstitusional lembaga lain dalam sistem ketatanegaraan.

Pada 20 November 2025, majelis hakim memvonis Ira selama 4 tahun dan 6 bulan penjara, sementara Yusuf dan Harry dijatuhi pidana 4 tahun penjara. Mereka divonis merugikan keuangan negara senilai Rp1,25 triliun.

Hakim Ketua Sunoto sempat menyatakan perbedaan pendapat atau dissenting opinion dengan memandang perbuatan ketiga terdakwa bukan tindak pidana korupsi.

Pada 6 November 2025, terdakwa Ira Puspadewi dalam persidangan mengatakan tidak terima disebut merugikan negara.

Ira meyakini akuisisi tersebut tidak merugikan negara, tetapi menguntungkan karena mendapatkan 53 kapal dengan izin operasi. (Pon)

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan