KPK Lamban Usut Dugaan Korupsi Proyek Whoosh, MAKI Siap Ajukan Gugatan Praperadilan
Kamis, 23 Oktober 2025 -
MerahPutih.com - Dugaan praktik korupsi dalam proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCJB) atau Whoosh mulai mencuat ke publik.
Sejumlah pihak pun mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar segera melakukan penyelidikan. Namun hingga kini, lembaga antirasuah itu belum juga mengambil langkah konkret.
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman menilai, sikap KPK yang belum bergerak sangat keliru.
Ia menyebutkan, lembaga tersebut telah kehilangan semangatnya sebagai institusi penegak hukum yang proaktif dalam pemberantasan korupsi.
"Jadi KPK ini betul-betul ngawur dan nyari enaknya sendiri gitu. (Sudah) Ditugasi, dibayar, digaji negara untuk menangani korupsi lho kok duduk di belakang meja nunggu laporan, itu namanya bukan KPK lagi yang super body," ujar Boyamin dalam keterangannya, Kamis (23/10).
Baca juga:
Ketua Bawaslu Rahmat Bagja Dilaporkan ke KPK, Diduga Korupsi Proyek Command Center
Boyamin menduga, ada kejanggalan sejak awal proses penunjukan mitra kerja sama proyek KCJB. Menurutnya, proyek yang semula ditawarkan kepada Jepang justru jatuh ke tangan China dengan nilai proyek yang lebih mahal.
"Ujungnya lebih mahal dari volume nilai proyeknya, terus pinjamannya juga lebih mahal dari Jepang. Kenapa diambil kan bisa saat pengambilan keputusan bekerja sama dari perusahaan China itu saja, kan bisa ada dugaan penyimpangan itu," katanya.
Ia juga menyoroti dugaan penyimpangan teknis di lapangan, termasuk soal penggunaan material di sepanjang jalur rel. Menurutnya, ada indikasi pengurangan spesifikasi yang bisa berpotensi merugikan negara.
"Misalnya harus betul-betul terpilih, harus pasir dan batu, tapi ada dugaan tanahnya misalnya atau yang lain-lain. Jadi bukan sekadar perencanaan dan dugaan mark-up, tapi juga bisa jadi pengurangan spesifikasi, itu kan ada dugaan penyimpangan," jelasnya.
Baca juga:
Jawab Tantangan Mahfud MD, KPK Bakal Proaktif Mandiri Usut Dugaan Korupsi Whoosh
Boyamin menilai, KPK tidak seharusnya menunggu laporan resmi untuk menindaklanjuti temuan dugaan korupsi seperti ini. Ia mencontohkan, Polri saja dapat bergerak menggunakan laporan model A, yakni berdasarkan temuan sendiri.
"Artinya yang ditemukan oleh polisi sendiri. Kalau KPK juga mensyaratkan ada pelapor itu ngawurnya bukan main. Di UU Pemberantasan Korupsi atau UU KPK enggak ada syarat itu," ungkapnya.
MAKI, kata Boyamin, siap menggugat KPK melalui jalur praperadilan apabila lembaga tersebut terus pasif menanggapi dugaan korupsi dalam proyek kereta cepat ini.
"Karena kewajiban dia (KPK) harus menangani, bahkan kalau ditangani pihak lain saja ada halangan diambil-alih gitu, artinya itu KPK harus aktif itu. Dan kalau mensyaratkan kan Pak Mahfud untuk lapor itu ya lebih salah lagi," tandasnya.
Baca juga:
Gubernur Malut Sherly Tjoanda Konsultasi ke KPK Terkait Skor MCP dan Upaya Pencegahan Korupsi
Sebelumnya, Mahfud MD dalam video yang diunggah di kanal YouTube pribadinya pada 14 Oktober 2025, yakni Mahfud MD Official, yang mengungkapkan ada dugaan tindak pidana korupsi dalam bentuk penggelembungan anggaran atau mark up di proyek Whoosh.
"Menurut perhitungan pihak Indonesia, biaya per satu kilometer kereta Whoosh itu 52 juta dolar Amerika Serikat. Akan tetapi, di China sendiri, hitungannya 17-18 juta dolar AS. Naik tiga kali lipat," katanya.
"Ini siapa yang menaikkan? Uangnya ke mana? Naik tiga kali lipat. 17 juta dolar AS ya, dolar Amerika nih, bukan rupiah, per kilometernya menjadi 52 juta dolar AS di Indonesia. Nah itu mark up. Harus diteliti siapa yang dulu melakukan ini?"
Selanjutnya, KPK mengimbau Mahfud MD untuk membuat laporan mengenai dugaan korupsi dalam proyek Whoosh.
"Terima kasih informasi awalnya, dan jika memang Prof. Mahfud ada data yang nanti bisa menjadi pengayaan bagi KPK, maka kami akan sangat terbuka untuk kemudian mempelajari dan menganalisisnya," ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (20/10). (Pon)