Kisah Pekerja Migran Indonesia dan Filipina dalam Kebakaran Hong Kong, antara Menjalankan Tugas dan Menyelamatkan Diri

2 jam, 29 menit lalu - Dwi Astarini

MERAHPUTIH.COM — DISTRIK bisnis pusat Hong Kong pada Minggu (30/11) dipadati sekitar 100 pekerja Filipina. Mereka menggelar doa bersama di tempat mereka biasa berkumpul setiap Minggu. Gedung-gedung perkantoran berkilauan menjulang di belakang mereka, bak tembok pelindung.

“Kami berdoa semoga tidak ada lagi korban dalam tragedi kebakaran ini,” kata Dolores Balladares, Ketua United Filipinos in Hong Kong.

Banyak doa hari itu ditujukan kepada Rhodora Alcaraz, perempuan muda asal Filipina yang baru mulai bekerja di Hong Kong beberapa hari sebelum tragedi terjadi.

Dalam sebuah kisah yang beredar luas, Alcaraz disebut melindungi bayi berusia tiga bulan milik majikannya dengan tubuhnya saat kebakaran terjadi. Ketika petugas pemadam kebakaran menemukan mereka di apartemen yang dipenuhi asap, ia masih menggendong bayi tersebut. Alcaraz dilaporkan dirawat di unit perawatan intensif.

Pekerja migran lain, Michelle Magcale, mengatakan ia merasa sangat sedih dan tak bisa berkata-kata saat mendengar kabar itu. “Aku tak bisa mengungkapkan betapa sedihnya ini. Demi tugasnya, demi tanggung jawabnya, dia menyelamatkan satu nyawa. Kami bersyukur atas itu,” kata perempuan berusia 49 tahun tersebut, dikutip AFP.

“Kami juga salut padanya karena dia melakukan yang terbaik… untuk melindungi keluarga tersebut,” ujar Balladares.

Baca juga:

Kebakaran Hong Kong, Pekerja ART Migran yang Jadi Korban Terjebak dalam Ketidakpastian dan kini Butuh Dukungan



Hong Kong merupakan rumah bagi hampir 370 ribu pekerja rumah tangga migran, sebagian besar perempuan dari Filipina dan Indonesia. Mereka bekerja merawat bayi dan orang lanjut usia di kota dengan populasi menua tersebut.

Dalam kebakaran terburuk di Hong Kong selama lebih dari satu abad itu, pekerja migran juga menjadi korban. Setidaknya 10 dari 146 orang yang tewas dalam kebakaran yang melanda menara apartemen tinggi Wang Fuk Court ialah pekerja migran, sebuah segmen tenaga kerja yang sering diabaikan.


Konsulat Manila di Hong Kong mengatakan seorang perempuan bernama Maryan Pascual Esteban tewas dalam kebakaran, meninggalkan seorang anak laki-laki berusia 10 tahun dan keluarganya di Cainta, Rizal. Satu warga Filipina lainnya terluka dan status tujuh lainnya masih belum dapat diverifikasi.

Sementara itu, Konsulat Jakarta menyebutkan sembilan warga Indonesia tewas dalam kebakaran itu, satu terluka, dan 42 lainnya masih belum diketahui keberadaannya.

Di tengah kesedihan kehilangan teman, para pekerja migran mengaku kesulitan mencari dukungan. Saat teman-teman mereka hilang, upaya dukungan bagi para penyintas terkadang tidak memadai.

Sudarsih, perempuan Indonesia yang telah bekerja di Hong Kong selama 15 tahun, mengatakan dua temannya masih hilang.
“Semoga Tuhan memberkati, mereka cepat ditemukan dan selamat,” ujarnya.

Pekerja migran lain asal Indonesia, Dwi Sayekti, 38, berharap bencana ini menjadi yang pertama dan terakhir.

“Aku berharap, di masa depan, hal seperti ini tidak terjadi lagi. Dan semua yang kehilangan nyawanya di Tai Po bisa ditemukan,” katanya dengan suara bergetar.(dwi)



Baca juga:

Kebakaran Hong Kong, Pemerintah akan Bentuk Komisi Penyelidikan Kejar Pihak yang Bertanggung Jawab

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan