Kisah Jawara Betawi Entong Gendut Melawan Tuan Tanah

Kamis, 16 November 2017 - Yudi Anugrah Nugroho

PRINGGODIMEDJO, Asisten Wedana Pasar Rebo bersama Piroen, seorang Polisi Mandor dan anak buahnya tiba di depan rumah Taba, 7 Maret 1916. Mereka berniat mengeksekusi barang dan rumah petani tersebut sesuai putusan Pengadilan Negeri atau Landraad Meester Corneslis. Taba terkenan tuntutan mengganti uang sebesar 7,20 gulden kepada seorang tuan tanah.

Rombongan tersebut gagal. Sekelompok orang menghalang-halangi eksekusi. “Di antara orang-orang itu hadir seorang bernama Entong Gendut, berasal dari Cililitan Besar,” ungkap Pringgodimedjo pada berita acara dibuat Asisten Wedana Pasar Rebo, dinukil Laporan-Laporan Tentang Gerakan Protes di Jawa Pada Abad XX.

Entong Gendut, pendiri perguruan silat Silau Macan, bereaksi keras terhadap putusan pengadilan terhadap Taba. Seluruh petani penggarap, termasuk Taba, kala itu sangat terbebani dengan kebijakan pajak dan blasting nan menguntungkan tuan tanah. Tak heran bila para petani selalu merugi bahkan terjerat hutang.

Bersama para jago lainnya, Entong Gendut menghimpun para petani Condet untuk melawan kebijakan pemerintah. Setelah menghadang rombongan eksekutor, kelompok Entong Gendong kembali melakukan aksi.

Villa Nova berubah meriah. Kediaman Lady Rollison van der Passe, pemilik tanah perkebunan di Cililitan tersebut, mengadakan pesta. Para tuan tanah hadir.

Ament, pemilik tanah luas di Tanjung Oost, memacu mobilnya untuk sampai di lokasi pesta. Ketika hendak memasuki areal Villa Nova, Condet, hujan batu dari balik semak menimpa badan dan kaca kendaraannya. Dia pun semakin kuat mengijak gas.

Di tengah pesta, tari topeng suguhan bagi para tamu mendadak berhenti. Entong Gendut bersama 200 pengikutnya merangsek. Mereka menghentikan pesta. Villa Nova dikuasai.

Residen Meester Cornelis, D Heyting, menerima laporan pemberontakan di Villa Nova pada pagi hari pasca-peristiwa, 10 April 1916. Seketika itu juga sang wedana mendapat perintah untuk menangkap Entong Gendut.

Rombongan tiba, menurut laporan Heyting, saat Entong Gendut sedang shalat dzuhur di rumahnya, daerah Batuampar.

Tak lama pasukannya keluar diikuti Entong Gendut. Mereka mendeklarasikan diri sebagai pemimpin kerajaan. Entong Gendut sebagai raja, delapan orang sebagai patih; Ja, Tipis, Raidi, Sibi bin Jimin, logod, Tipe, Gutar, dan Usup. Petugas pencari anggota baru berada di pundak Majar dan Jimin. Sementara, Talun menjadi mantri dan Gani menjadi sekretaris.

Rombongan wedana terkepung. Pasukan Entong Gendut mengitari pohon Salak. Saat mendapat celah, rombongan lari tunggang langgang.

Berita kegagalan tersebut sampai di telinga residen. Dia kemudian meminta bantuan tambahan personel polisi untuk menangkap Entong Gendut.

Pasukan polisi bersenjata kemudian tiba di Condet pada pukul 04.00 WIB. Mereka bersiap-siap. Semua jalan menuju tempat perkumpulan Entong Gendut dibuat barikade. “Tidak lama kemudian tampak gerombolan Entong Gendut bergerak maju sambil menari dan mengucapkan sabilullah,” ungkap Heyting.

Peluru pun keluar dari senapan. Entong Gendut roboh. Pengikutnya lari berpencar masuk ke kampung. Suara bedug bertalu-talu ditingkahi suara tembakan. Pada jam 09.00 suara bedug dan tembakan surut. Rumah-rumah penduduk digeledah. Para pengikut Entong Gendut ditangkap. (*)

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan