Ketua DPR Minta Semua Pihak Berkomitmen Perangi KDRT

Kamis, 15 Agustus 2024 - Ananda Dimas Prasetya

MerahPutih.com - Kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) masih tetap tinggi meski Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) telah disahkan.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah kasus perceraian karena faktor KDRT di Indonesia pada 2023 mencapai 5.174 kasus. Angka itu naik 4,06 persen dari tahun sebelumnya yang sebesar 4.972 kasus.

Ketua DPR RI, Puan Maharani menekankan pentingnya dukungan seluruh pemangku kepentingan demi menciptakan masyarakat yang adil dan berperikemanusiaan.

"Pemerintah, bersama dengan seluruh stakeholder terkait, dan tentunya masyarakat, harus berkomitmen untuk memerangi KDRT agar tercipta lingkungan keluarga yang bebas dari kekerasan," kata Puan dalam keterangannya, Kamis (15/8).

Baca juga:

Kasus KDRT Tinggi, DPRD dan Pemprov DKI Jakarta Harus Prioritaskan Raperda Pembangunan Keluarga

Politikus PDI Perjuangan (PDIP) ini juga menyoroti soal sistem penanganan kasus KDRT. Ia menilai tidak banyak orang yang berani untuk ikut campur meski mengetahui atau melihat sendiri peristiwa kekerasan tersebut.

Menurut Puan, hal ini terjadi karena kekerasan dalam rumah tangga sering dipandang sebagai masalah ranah pribadi. Ia menilai

KDRT menjadi isu yang sulit diatasi karena berbagai faktor yang membentuk budaya dan norma sosial.

"Jadi, si pelaku akan merasa dapat bertindak semaunya tanpa khawatir akan konsekuensi hukum dengan keyakinan, ini kan masalah rumah tangga. Padahal KDRT adalah tindak pidana yang ancamannya hukumannya cukup besar juga. Harusnya norma hukum ini menjadi norma utama yang diperhatikan," jelas dia.

Baca juga:

Suami Cut Intan Nabila Ditetapkan sebagai Tersangka KDRT

Salah satu kasus KDRT yang menjadi sorotan publik terkini ialah KDRT yang menimpa korban Cut Intan Nabila. Menurutnya, keputusan yang diambil oleh korban bisa menjadi katalis untuk perubahan sistemik. Hanya saja, terangnya, belum cukup kuat untuk mengubah norma dan stigma yang sudah mengakar di masyarakat.

"Memang perlu ada gerakan yang berani untuk memberantas KDRT ini. Stigma atau reaksi negatif dari lingkungan sekitar justru menjadi sebuah ancaman bagi korban yang sebenarnya ingin berbicara. Dan ini tidak benar," papar Puan.

Baca juga:

Psikolog Ungkap Dampak Buruk KDRT pada Ibu

Terlepas dari hal itu, ia menilai budaya baru berupa pengawasan dari publik melalui platform media sosial dapat mengubah stigma pembenaran KDRT.

"Sisi positif dari kemajuan teknologi dapat membantu korban bersuara, dan dibela oleh masyarakat luas. Netizen menjadi pengawas terhadap hal-hal di luar kewajaran. Saya kira ini perkembangan yang baik,” pungkasnya. (Pon)

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan