Kejahatan Penipuan SMS di Indonesia Ternyata Dikendalikan dari Luar Negeri

Senin, 24 Maret 2025 - Ananda Dimas Prasetya

MerahPutih.com - Bareskrim Polri mengungkap otak penyalahgunaan frekuensi radio untuk menyebarkan SMS penipuan dengan metode fake base transceiver station (BTS) berada di luar negeri.

Dirtipidsiber Bareskrim Polri Brigjen Himawan Bayu Aji menyebutkan pimpinan sindikat ini mengendalikan anak buahnya dari luar Indonesia.

"Jadi di-remote dari jauh. Kemudian, melakukan kegiatan 'mobile' untuk mem-blasting beberapa narasi SMS kepada calon korban yang terdeteksi dari BTS yang sudah diaktifkan," kata Himawan di gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Senin (24/3).

Pelaku diduga mengatur agar dapat memanipulasi jaringan dan pesan terkirim ke banyak nomor. Calon korban yang menerima pesan, menurut dia, akan diberi instruksi untuk mengklik tautan tertentu.

"Korban yang mengikuti perintah akan mengikuti instruksi dan mengklik link yang diberikan, sehingga terjadi pencurian uang nasabah," jelasnya seraya belum bisa menyebutkan darimana pelaku berasal.

Dalam kasus ini, dua warga negara (WN) China, yakni XY dan YXC ikut terlibat. Tersangka disebut tergabung dan berkomunikasi lewat grup Telegram 'Stasiun Pangkalan Indonesia.'

Baca juga:

Penipuan Berkedok SMS dari Bank Terungkap, Ternyata Pelakunya WNA China

Kabareskrim Polri Komjen Wahyu Widada menjelaskan peran keduanya.

XY, kata dia, datang ke Indonesia sejak 18 Februari dan diajarkan oleh seseorang dengan inisial XL tentang cara menggunakan peralatan fake BTS tersebut.

Wahyu menjelaskan YXC telah bolak-balik ke Indonesia sejak 2021. Selama itu, dia menggunakan visa kunjungan turis.

"Yang bersangkutan mengikuti arahan seseorang dengan inisial JGX yang diduga merupakan orang kepercayaan dari pos sindikat penipuan online modus BTS ini," ungkap Wahyu.

Wahyu mengatakan YXC mengetahui fungsi alat tersebut untuk menyebarkan SMS. YXC juga diduga mengetahui SMS yang disebarkan seolah-olah SMS dari salah satu bank swasta.

Pengiriman SMS itu diduga sudah diatur secara otomatis untuk disebarkan melalui alat yang dikendalikan oleh bos sindikat penipuan yang kini diburu polisi.

Baca juga:

90 Orang Jadi Korban Penipuan Kripto dan Trading, Kerugian Capai Rp 105 Miliar

Bareskrim Polri terus melakukan pengembangan dan memburu pelaku lainnya.

"Polri tentu berkomitmen, akan terus melakukan penegakan hukum terhadap seluruh bentuk kejahatan dalam rangka memberikan perlindungan kepada seluruh masyarakat Indonesia," tutup Wahyu.

Akibat perbuatannya, kedua tersangka dijerat Pasal 32 dan atau Pasal 50 juncto Pasal 34 dan atau Pasal 51 juncto Pasal 35 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), yaitu tindak pidana penggunaan perangkat keras atau perangkat lunak komputer yang dirancang secara khusus digunakan untuk aktivitas ilegal dan/atau melakukan manipulasi informasi atau elektronik dan/atau dokumen elektronik, dianggap seolah-olah data yang otentik.

Keduanya juga disangkakan Pasal 50 juncto Pasal 22 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi. Keduanya diduga melakukan perbuatan tanpa hak, tidak sah memanipulasi ke jaringan telekomunikasi. Kemudian Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pasal 55 KUHP turut serta dalam melaksanakan perbuatan tindak pidana.

Para tersangka mendapatkan ancaman hukuman pidana penjara maksimal 12 tahun penjara dan denda maksimal sebesar Rp 12 miliar. (Knu)

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan