Jaksa: Keterangan Saksi Ahli Beratkan Aurelia Terdakwa Kecelakaan Maut Karawaci
Rabu, 01 Juli 2020 -
MerahPutih.com - Pengadilan Negeri Tangerang kembali menggelar sidang kecelakaan lalu lintas di perumahan di kawasan Karawaci Tangerang yang membuat Andrie Njotohusodo (50) meninggal dengan terdakwa Aurelia Margaretha (26).
Sidang yang digelar Rabu (1/7) siang itu beragendakan pemeriksaan saksi ahli yang dihadirkan oleh pihak Aurelia. Yakni psikiater dr Natalia. Namun menurut Jaksa Penuntut Umum Haerdin, di dalam persidangan keterangan saksi malah menguatkan dakwaan jaksa dan memberatkan terdakwa.
Beberapa hal yang memberatkan itu di antaranya adalah Natalia mengaku, dirinya bukanlah psikiater yang secara langsung memeriksa Aurelia. Melainkan hanya melihat rekam medis penyakit bipolar Aurelia yang ditunjukkan pihak terdakwa kepada dirinya.
Baca Juga:
Di Persidangan Teman Dekat Aurelia Beberkan Terdakwa Minum Miras Sebelum Kecelakaan Karawaci
"Dari rekam medis resume medik disampaikan oleh dokter, Aurelia datang 4 kali dan pertemuan ketiga keempat terlihat dia diagnosis bipolar," kata Natalia di Pengadilan Negeri Tangerang, Rabu (1/7).
Natalia melanjutkan, bipolar adalah gangguan kejiwaan dan perasaan, sehingga bisa membuat orang menjadi meluap emosinya dan menjadi pemarah.
"Kalau psikis manik bisa emosi meningkat, bisa marah marah. Kesenggol dikit marah dan emosi. Lalu bisa saja rasa bahagianya berlebihan," tutur Natalia.
Namun, Natalia memastikan bipolar bisa dikontrol dengen meminum obat.
Bahkan saat ditanya hakim Hakim Ketua Arif Budi Cahyono apakah penderita Bipolar yang meminum minuman keras seperti yang dilakukan Aurelia sebelum kecelakaan bisa membuat emosi terganggu. “Tergantung apakah dia bisa mengendalikan emosinya apa tidak. Tapi ada faktor yang bisa 'mengerem' emosi dalam diri orang," jelas Natalia.
"Ada bipolar yang bisa mengendalikan emosi," imbuh Natalia yang menempuh pendidikan kedokeran S1 dan S2 di Universitas Indonesia ini.
Pengacara Aurelia lantas menanyakan kepada saksi ahli, apakah orang dengan gangguan jiwa bisa dipidana seperti tercantum dalam pasal 44 KUHP.
Natalia menjelaskan, dalam Pasal 44 memang disebutkan orang dalam gangguan jiwa tak bisa dipidana. Namun, lanjut dia, tak semua orang yang mengalami gangguan kejiwaan tak bisa dipidana tergantung kadar penyakitnya.
Baca Juga:
Lagi-lagi, Natalia menegaskan bipolar masih bisa dikontrol karena ada obatnya. Saksi ahli yang dihadirkan untuk meringankan terdakwa malah tak bisa menjelaskan kadar gangguan Aurelia dalam peristiwa kecelakaan karena bukan dokter yang memeriksa terdakwa.
"Kalau dari itu mesti tanya ke dokter yang periksa ya. Saya tidak memeriksa pasien dan hanya lihat kertas rekam medis," kilah saksi ahli.
Saat Jaksa Penuntut Umum (JPU) Haerdin menanyakan apakah orang bipolar bisa menyetir mobil, saksi menjelaskan bisa apalagi pasien bipolar yang mengkonsumsi obat dirinya akan lebih stabil dalam mengambil keputusan.
Jaksa merespons jawaban keterangan ahli itu sama sekali tidak membantu meringankan terdakwa. “Ini malah menguatkan pembuktian jaksa. Ahli tak mampu menjelaskan karena bukan dia dokter yang memeriksa. Hanya baca rekam medik saja," ungkap dia.
Menurut Jaksa, saksi ahli tak bisa meyakinkan hakim bahwa terdakwa tak bisa dihukum karena bipolar-nya. “Kesaksian itu biasa saja dan tak bisa menentukan bipolar atau tidak," sebut Haerdin.
Haerdin pun yakin apa yang dilakukan Aurelia adalah pidana dan layak dihukum. Pasalnya, saat itu korban ditabrak hingga meninggal dunia. "Nanti bakal kami siapkan di tuntutan. Karena ini masih menunggu dari pemeriksaan terdakwa," tutup JPU.

Untuk diketahui, kecelakaan naas itu terjadi pada Minggu (29/3/2020) sore di Jalan Khatulistiwa Perumahan Lippo Karawaci, Kota Tangerang. Korban saat itu sedang joging bersama anak dan anjingnya.
Tiba-tiba datang mobil Honda Brio yang dikemudikan Aurelia Margaretha. Seketika Aurelia Margaretha menabrak korban dan anjingnya. Korban meninggal dunia di lokasi kejadian. Begitu pula anjing milik korban.
Jaksa Penuntut umum menjerat terdakwa dengan dakwaan berlapis Pasal, 311 ayat (5) Yunto Pasal, 310 ayat (4) Undang Undang No 22 Tahun 2009 tentang kalulintas dan angkutan jalan, dengan ancaman hukuman 12 Tahun Penjara. Sidang bakal dilanjutkan kembali Rabu 1 Juli mendatang dengan mendengarkan keterangan saksi ahli. (Knu)
.
Baca Juga:
Sempat Bilang Bukan Tabrak Lari, Polisi Akhirnya Tahan DH Penabrak GrabWheels