ITS-Unair Kolaborasi Kembangkan Alat Pemeriksaan Pendengaran
Jumat, 26 Agustus 2022 -
MerahPutih.com - Masyarakat dengan gangguan pendengaran di Indonesia kian meningkat. Namun, fasilitas ruang pemeriksaan, tenaga ahli dan alat pemeriksaan saat ini masih sangat terbatas.
Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) berkolaborasi dengan Universitas Airlangga (Unair) dan RSUD dr Soetomo melakukan pengembangan alat pemeriksaan pendengaran audiometri portable sesuai standar kesehatan untuk memudahkan msayarakat melakukan pengecekan.
Baca Juga:
100 Orang Bakal Disuntik Vaksin Merah Putih Buatan Unair
Alat ini dibesut oleh Laboratorium Vibrasi dan Akustik (Vibrastik) Departemen Teknik Fisika ITS dan didanai Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP).
Alat audiometri ini dikembangkan untuk memonitor level pendengaran seseorang untuk diklasifikasikan sebagai subjek dengan gangguan pendengaran atau berpendengaran normal.
"Alat ini memantau ambang batas pendengaran seseorang dan umumnya pendengaran normal berada di 60 desibel (dB)," jelas Kepala Laboratorium Vibrastik ITS Dr Dhany Arifianto, Kamis (25/8).
Ia menambahkan, alat audiometri dirancang portable dan bisa digunakan di ruang terbuka. Hal ini dilatarbelakangi terbatasnya ruang pemeriksaan yang layak akan mengganggu pasien Tuberculosis Multi Drug Resistant (TB MDR).
"Dengan alat ini, pemeriksaan pendengaran bisa dilakukan di mana saja," ujarnya.
Alat ukur pendengaran ini didesain user-friendly agar bisa digunakan secara mandiri oleh pasien. Cara penggunaan alat yang mengadopsi metode three force choice ini juga sangat mudah.
"Pada alat ukur tertanam tiga tombol, jika naracoba mendengar suara saat lampu LED alat menyala, maka naracoba akan menekan salah satu dari tiga tombol di bawah lampu yang menyala. Satu kali pengambilan data memakan waktu sekitar 10 menit,” terang Dhany.
Menurutnya, hasil dari pengukuran alat berupa audiogram bisa diakses melalui alat elektronik yang sudah terkoneksi dengan alat audiometri via sambungan internet wi-fi.
Audiogram ini nantinya akan dibaca pihak dokter, dan dokter terkait juga yang menentukan apakah pasien mengalami gangguan pendengaran atau tidak berdasarkan grafik level pendengaran.
Dhany menegaskan, alat yang dikembangkan kurun dua tahun ini sudah diujicobakan ke 53 orang berpendengaran normal dan diuji di enam frekuensi berbeda yakni 250, 500, 1.000, 2.000, 4.000, dan 8.000 Hertz (Hz).
Selain itu, pengembangan audiometri ini dikontrol langsung Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan (BPFK) Surabaya untuk memastikan keamanan produk diimplementasikan langsung pada pasien.
"Kedepannya alat ukur ini akan terus dikembangkan dan diperbaharui fitur-fiturnya agar berakurasi lebih tinggi. Harapannya juga bisa digunakan untuk masyarakat, terutama yang ada di puskesmas," katanya.(Andika Eldon / Jawa Timur)
Baca Juga:
AHY Ambil Kuliah Program Doktor Pengembangan SDM Unair