Industri Hulu Migas di Indonesia Masih Terhambat Perizinan
Sabtu, 16 Desember 2017 -
MerahPutih.com - Industri Hulu Migas di Indonesia tengah mengalami kelesuan. Minimnya eksplorasi migas dan tidak adanya temuan baru cadangan migas menjadi gambaran yang ironis ditengah kebutuhan migas yang terus mengaami peningkatan.
Kepala Divisi Formalitas SKK Migas Didik Sasono Setyadi mengatakan salah satu yang menjadi kendala usaha eksplorasi hulu migas di Indonesia adalah persoalan perizinan. Menurutnya Dibutukan ratusan perzinan mencakup ekspolrasi, eksploitasi dan pasca produksi migas.
"Rinciannya, 117 perizinan untuk eksplorasi, 137 perijinan terkait pengembangan, 109 perizinan buat eksploitasi 109 perijinan, dan 10 perizinan sesudah fase produksi. Belum lagi ijin prinsip, izin pemakaian lahan, ijin dari pemda setempat, dan banyak lagi,” Kata Didik dalam siaran persnya, Sabtu (16/12)
Sebagai catatan, ratusan perizinan tersebut tersebar pengurusannya di 18 instansi dan lembaga pemerintahan. Didik mecontohkan, eksplorasi di kawasan hutan harus diawali dengan pengurusan izin pinjam pakai. Untuk mendapatkan izin ini, harus ada dulu izin lingkungan yang didahului oleh analisis mengenai dampak lingkungan (amdal).
Setelah amdal digenggam, lanjut Didik, kontraktor harus mendapatkan rekomendasi gubernur dan bupati atau wali kota, untuk bisa melanjutkan pengurusan izin pinjam lingkungan tersebut.
"Alhasil waktu mengurus izin menjadi tidak jelas karena harus menemui banyak instansi. Bila kami kalkulasi bisa memakan waktu 6 bulan, 1 tahun, bahkan ada yang 2 tahun baru bisa (berlanjut) diproses di kementerian terkait," ungkapnya.
Menurut Didik, panjangnya rantai perizinan ini sudah banyak menyebabkan kegiatan hulu migas tertunda atau bahkan gagal terlaksana. Dia menyebutkan kisaran 30-40% angka proyek yang tertunda atau gagal itu.
"Saya berharap tantangan soal perizinan ini segera mendapatkan solusi bersama. Bagaimana pun, kegiatan hulu migas sejatinya merupakan kegiatan negara. Landasannya, sebut dia, adalah Pasal 33 Ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945," harapnya
Mengacu pada konstitusi dan peraturan perundangan sebagai produk hukum turunannya termasuk regulasi di sektor hulu migas semua aset kontraktor dalam industri ini tetap merupakan milik negara. Aset ini tentu saja mencakup kawasan yang digunakan untuk semua kegiatan hulu migas.
Harapan pun lalu bertumpu pada penerapan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum.
"Sayangnya, penerapan Undang-Undang tersebut di lapangan masih jauh api dari panggang. Banyak pemilik tanah baik kalangan swasta, pemerintah, maupun perusahaan negara yang tak serta-merta mau melepaskan kepemilikan tanah atau meloloskan izin pakai kawasan." keluhnya.
Padahal di negara luar, kalau namanya milik negara, urusan negara, maka instansi negara tidak perlu lagi membuat perijin sendiri-sendiri melainkan menggunakan sistem sidang.
“Jadi solusinya, pakai sistem sidang saja. Seperti sidang isbat itu. Jadi semua pihak duduk satu meja, lantas memaparkan dan mengambil keputusan,” tegasnya