Hasil Negosiasi Pemerintah dengan PT Freeport Sudah Maksimal

Kamis, 31 Agustus 2017 - Eddy Flo

MerahPutih.Com - Pemerintah baru saja menyelesaikan negosiasi dengan PT Freeport Indonesia terkait kesepakatan kontrak. Pengamat energi Mamit Setiawan menilai hasil negosiasi antara pemerintah dan PT Freeport sudah merupakan upaya maksimal.

"Penanganan negosiasi antara pemerintah dan PT Freeport kali ini membuahkan hasil lebih bagi Indonesia," katanya di Jakarta, Rabu (30/8) kemarin.

Direktur Eksekutif Energy Watch itu, mengatakan polemik pengelolaan tambang oleh Freeport sudah dimulai saat pemerintah dan DPR mewajibkan pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) atau pelarangan ekspor mineral mentah paling lambat lima tahun sejak diterbitkannya UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

Namun, lanjutnya, hingga jatuh tempo kewajiban tersebut pada Januari 2014, pemerintah mengalami dilema.

"'Smelter' Freeport belum terbangun sesuai kapasitas dan jika ekspor konsentrat dilarang, maka kegiatan operasi PT Freeport terhenti dan Papua dapat bergejolak," katanya.

Menurut dia, keputusan yang diambil pemerintah saat itu adalah relaksasi ekspor konsentrat dengan pengenaan bea keluar sebesar lima persen dan komitmen menyelesaikan "smelter" dalam waktu tiga tahun. Setelah tiga tahun atau tepat Januari 2017, katanya, pemerintahan sekarang ini harus mengambil keputusan, meski melalui negosiasi panjang dan alot lebih dari 30 kali pertemuan.

"Namun, ada yang menarik dari keputusan kali ini, sehingga negara lebih berdaulat," katanya.

Melalui PP Nomor 1 Tahun 2017, lanjutnya, pemerintah era sekarang meminta 51 persen saham PT Freeport harus menjadi milik nasional, sehingga mayoritas kepemilikan PT Freeport adalah Indonesia.

"Dengan perundingan yang hampir enam bulan, akhirnya PT Freeport setuju untuk melepas mayoritas sahamnya dengan proses dan tata waktu yang ditetapkan lebih lanjut," terang Mamit Setiawan.

Mamit Setiawan menilai kewajiban divestasi 51 persen saham itu adalah upaya ekstra pemerintah, karena berdasarkan Pasal 77 ayat 1c PP Nomor 77 Tahun 2014 yang diterbitkan 14 Oktober 2014, kewajiban divestasi PT Freeport paling sedikit hanya 30 persen. Ia menambahkan dengan kewajiban divestasi 51 persen itu artinya masih ada 41,64 persen saham Freeport milik asing yang harus dilepas ke pihak Indonesia, baik pemerintah, BUMN, maupun swasta.

"Pemerintah harus membentuk tim penilai independen untuk menilai kewajaran nilai saham PT Freeport dan semua aset yang dimiliki oleh PT Freeport Jangan sampai nilai yang ditawarkan oleh PT Freeport Indonesia jauh dari nilai kewajaran seharusnya," pungkas Mamit Setiawan.(*)

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan