Forum LSM DI Yogyakarta: Sabda Raja Bertentangan dengan Paugeran dan UUK

Rabu, 24 Agustus 2016 - Selvi Purwanti

MerahPutih Nasional - Forum LSM DI Yogyakarta menyatakan bahwa sabda raja dan dawuh raja bertentangan dengan tradisi leluhur Jawa Paugeran dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 atau biasa disebut Undang-Undang Keistimewaan (UUK). Atas dasar itu, Forum LSM DI Yogyakarta secara tegas menolak adanya sabda raja.

“Perlawanan tetap dilakukan dalam koridor tradisi luhur Jawa dan peraturan perundang-undangan. Tidak ada kekerasan, perusakan, dan tindakan pidana elemen penolak sabda raja,” kata Beny Susanto, Ketua Dewan Forum LSM DI Yogyakarta, seperti dalam keterangan persnya kepada merahputih.com, dikutip Selasa (23/8).

Beny menilai, kesalahan Sri Sultan HB X mengganti nama, gelar, dan pengangkatan putra mahkota jelas-jelas melanggar paugeran dan UUK. “Kesalahan Sultan HB X bukanlah sederhana, tetapi amat serius,” imbuhnya.

Seperti diketahui, di dalam UU Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan DI Yogyakarta, pasal 1 ayat 4 menyebutkan bahwa Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, selanjutnya disebut Kasultanan, adalah warisan budaya bangsa yang berlangsung secara turun-temurun dan dipimpin oleh Sultan Hamengku Buwono.

Ayat tersebut kemudian dipertegas di Pasal 18 tentang pencalonan Gubernur DI Yogyakarta. Disebutkan bahwa calon adalah orang yang bertakhta sebagai Sultan Hamengku Buwono untuk calon Gubernur dan bertakhta, sebagai Adipati Paku Alam untuk calon Wakil Gubernur. Namun, pada 30 April 2015, Raja Kasultanan Yogyakarta mengubah nama gelarnya menjadi Sultan Hamengkubawono. (Fre)

BACA JUGA:

  1. Sri Sultan Hamengkubawono Langgar Hukum?
  2. SBC Tahun Ini Usung Tema Kekayaan Warisan Budaya Jawa
  3. Ayat Krusial Syarat Gubernur DI Yogyakarta, Calon Bukanlah Kader Partai
  4. Sabda Raja, Gelar Sultan Yogyakarta Diubah
  5. Pariwisata Yogyakarta Diyakini Tekan Kemiskinan

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan