Fenonema Buzzer tak Lepas dari Minimnya Literasi Politik Berbangsa
Senin, 15 Februari 2021 -
MerahPutih.com - Staf Khusus Dewan Pengarah BPIP, Benny Susetyo menyoroti fenomena buzzer yang terus mengancam kehidupan demokrasi, keberagaman dan kebersamaan sebagai bangsa.
Menurut Benny, buzzer akan terus terjadi selama pendidikan literasi lemah, pendidikan kritis lemah, dan tidak ada etika dalam hal penggunaan media sosial.
Baca Juga
“Hal ini terjadi karena salah satunya kesadaran politik etis enggak ada,” tegas Romo Benny kepada MerahPutih.com di Jakarta, Minggu (14/2).
Benny mendorong buzzer bisa digunakan untuk menjual sebuah ide/gagasan sehingga yang terjadi di ruang publik adalah adu gagasan.
Romo Benny mengingatkan jangan sampai orang-orang yang punya gagasan dan memiliki kemampuan, tidak bisa berperan di dalam ruang publik.

Lebih lanjut, Romo Benny berharap para propaganda tidak lagi bicara hal yang negatif, tetapi berbicara hal yang positif, bangsa dan dan negara, kemajemukan, dan keberagaman.
“Kalau bicara buzzer, seharusnya punya komitmen pada masa depan negara, itu di atas segala-galanya,” tegas Romo Benny.
Sementara itu, Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestinus mengatakan UU belum mengakomodasi atau mengatur tentang keberadaan pendengung.
Padahal, menurut Advokat Peradi ini, buzzer merupakan fenomena sosial yang punya daya rusak tinggi tetapi belum diatur dalam UU.
“Oleh karena itu, pengaturan dalam bentuk UU diperlukan karena masyarakat sudah menjadi korban dari buzzer,” tegas Petrus. (Knu)
Baca Juga