Fakta-Fakta Menarik Kampung Naga, Komunitas Adat yang Jauh dari Ingar Bingar Modern
Kamis, 21 Maret 2019 -
KAMPUNG Naga sangat menarik untuk dikunjungi sebagai destinasi wisata budaya. Tak hanya para pelancong lokal, wisatawan mancanegara juga kerap datang utuk melihat dan merasakan kampung yang benar-benar menjaga erat tradisinya ini.
Wilayah Kampung Naga hanya 1,5 hektare dalam satu rukun tetangga. Kampung ini tepatnya terletak di Dusun Naga, Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Kampung Naga hingga kini bertahan dan kokoh memegang teguh adat dan nilai-nilai karuhun atau leluhur mereka.
1. Destinasi budaya wajib ketika ke Jawa Barat

Meskipun tak berstatus resmi sebagai desa wisata adat, desa ini banyak dikunjungi wisatawan domestik dan mancanegara yang tertarik dengan adat istiadat dan ciri khas penduduknya, kerap ditulis berbagai media yang menayangkan atau menceritakan pesona alam dan kesahajaan penduduknya mempertahankan kearifan lokal.
Bisa dibilang, saat berkunjung ke Jawa Barat, terutama di sekitar Kabupaten Garut, Kabupaten Garut Selatan, Kabupaten Tasikmalaya, Kota Tasikmalaya, Kabupaten Ciamis, atau dari Kota Bandung, sekalipun, kurang afdol bila tak menyambangi kampung yang berada di lembah dan perbukitan.
2. Kampung Naga berarti lereng curam

Konon nama kampung itu diambil dari istilah bahasa Sunda, Na Gawir, atau tempat yang ada di lembah atau lereng. Tak ada manuskrip atau catatan sejarah otentik mengenai asal muasal nama kampung itu, tetapi dari cerita turun temurun, istilah Na Gawir itulah yang kemudian dipakai sebagai kebiasaan dengan menyebut Kampung Na Gawir dan lebih terkenal dengan panggilan Kampung Naga.
Kampung Naga merupakan salah satu dari empat dusun di Desa Neglasari, yakni Dusun Naga (lima RT dan dua RW yakni RW 01 dan RW 02), Dusun Tanjak Nangsi (sembilan RT dan tiga RW yakni RW 03, 04, dan O5), Dusun Cikeusik (empat RT dan dua RW yakni RW 06 dan 07), dan Dusun Sukaratu (lima RT dan dua RW yakni RW 08 dan 09).
3. Tak ada kendaraan bermotor, tv, internet, dan gadget

Kampung Naga dan penduduknya memiliki pesona tersendiri, sangat berbeda dengan suasana pedesaan pada umumnya yang mengikuti perkembangan zaman dan kemajuan teknologi informasi.
Tak ada kendaraan bermotor, layar kaca, internet beserta kecanggihan beragam gadget, dan kemajuan gaya hidup masyarakat modern pada umumnya. Mereka tetap bertahan pada nilai-nilai tradisional dari leluhur mereka.
4. Kampung Naga dihuni oleh 294 jiwa

Untuk menuju Kampung Naga, terlebih dahulu harus menuruni 444 anak tangga. Jumlah anak tangga itu telah bertambah lima anaka tangga, dari jumlah 439 anak tangga sebelumnya. Anak tangga yang biasa disebut sengked tersebut dibuat dari pecahan bebatuan yang disemen.
Sampai di anak tangga paling bawah, kamu bakal disambut persawahan dan berbagai kolam. Lalu sampai ke rumah-rumah penduduk asli Kampung Naga. Tampak bahwa masyarakat mereka dibangun atas dasar kebersamaan. Misalnya, untuk mandi, mereka masing-masing mandi di kamar mandi umum, begitu juga untuk buang hajat berada di tempat-tempat yang tersebar di atas kolam-kolam.
Di Kampung Naga terdapat 112 bangunan tradisional yakni 109 rumah dan tiga bangunan terdiri atas masjid, Bumi Ageung, dan Bale Kampung yang berjejer rapi dengan jumlah penghuni sebanyak 294 jiwa atau 101 kepala keluarga.
5. Punya hutan larangan tempat dimakamkan penyebar Islam

Di sebelah barat terdapat hutan larangan, selain terdapat makam keramat Eyang Singaparana, tetapi juga dilarang keras berburu hewan atau menebang pohon sembarangan.
Di sebelah selatan merupakan persawahan milik penduduk, serta di sebelah utara dan timur dibatasi oleh Sungai Ciwulan. Sungai itu berhulu di Gunung Cikuray, di Garut, tempat mata air sungai tersebut.
Rumah-rumah penduduk yang terbuat dari sasag atau bilik bambu dan atap ijuk dengan model khas yang sama dan mengarah ke hutan. Hutan di hadapan rumah penduduk konon merupakan hutan keramat karena di sana terdapat makam Eyang Singaparana, salah satu murid Sunan Gunung Jati, yang menyebarkan Islam di kawasan tersebut pada ratusan tahun lalu.
6. Masyarakat Kampung Naga turut serta dalam pesta demokrasi

Pada Pemilihan Umum (Pemilu) 17 April 2019 mendatang, warga Kampung Adat dipastikan ikut memilih. Ucu Suherlan, sebagai juru pelihara dan sesepuh adat menyatakan setiap pelaksanaan pemilu, baik untuk pikada di tingkat kabupaten, provinsi, dan Pemilu Legislatif serta Pemilu Presiden sebelumnya, selalu disambut baik oleh warga.
"Dipastikan semua warga yang memiliki hak pilih akan datang, nyoblos," kata Ucu Suherlan, seperti dikutip Antara.
Memberikan suara dalam pemilu merupakan salah satu bentuk dari pengabdian warga Kampung Naga kepada negara. Ucu menceritakan, konon keberadaan Kampung Naga sempat dibakar habis dan dihilangkan catatan-catan sejarahnya pada media tahun 1950-an, tatkala para pemberontak dari pasukan DI/TII Kartosuwiryo turut menguasai kawasan itu. Tetapi, penduduknya tetap setia pada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dipimpin oleh Presiden Soekarno. (*)
Baca juga berita lainnya dalam artikel: Dongeng Legendaris di Balik Makanan Khas Nusantara!