DPR Desak Pemerintah Evaluasi Tambang Nikel di Raja Ampat, Bisa Merusak Keindahan Alam Bawah Laut
Kamis, 05 Juni 2025 -
MerahPutih.com - Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kehutanan dan Pertanahan Provinsi Papua Barat Daya Julian Kelly Kambu di Sorong, Senin (19/5), menyebutkan ada dua perusahaan yang mengelola tambang nikel di Raja Ampat yakni PT GAG Nikel dan PT Kawei Sejahtera Mining.
Kedua perusahaan itu telah mengantongi izin berusaha sejak daerah itu masih menjadi satu dengan Provinsi Papua Barat. Selain dua tambang nikel yang berizin, ada beberapa perusahaan yang beroperasi di Raja Ampat telah memiliki izin usaha pertambangan (IUP) sebelum Provinsi Papua Barat Daya itu berdiri.
Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Chusnunia Chalim, menyatakan izin aktivitas pertambangan nikel yang berada di sekitar kawasan konservasi laut dan destinasi super prioritas nasional Raja Ampat perlu dikaji ulang.
Dia menyatakan keberadaan tambang nikel di wilayah yang dikenal dengan kekayaan terumbu karang dan keindahan alam bawah laut ini perlu menjadi perhatian serius pemerintah.
Baca juga:
Ketua Komisi VI DPR Soroti Janji Menteri KKP Stop Impor Garam Akhir 2027
"Mengenai izin pertambangan nikel di sekitar wilayah destinasi super prioritas, di mana destinasinya mengangkat keindahan alam dan khususnya terumbu karang, ini hal yang patut dikaji kembali,” kata Chusnunia di Jakarta, Kamis (5/6).
Ia menyoroti potensi ancaman ekologis yang ditimbulkan oleh jalur logistik tambang, terutama aktivitas perlintasan dari lokasi pertambangan ke fasilitas pengolahan (smelter) yang kerap melintasi atau berdekatan dengan kawasan perairan sensitif.
Dampaknya, kata ia, bisa langsung dirasakan oleh ekosistem laut, termasuk rusaknya terumbu karang yang menjadi daya tarik utama pariwisata dan pusat biodiversitas laut dunia.
"Tambang nikel, khususnya perlintasan jalur dari lokasi tambang ke smelter, menjadi hal yang harus dikaji ulang mengingat hal tersebut dapat menjadi ancaman bagi terumbu karang," ujarnya.
Ia menekankan pentingnya keseimbangan antara pengelolaan sumber daya alam dan perlindungan kawasan konservasi.
"Pemangku kepentingan termasuk pemerintah pusat, pemerintah daerah, serta pelaku industri melakukan evaluasi terhadap kebijakan pertambangan yang berada dalam radius sensitif ekologi," katanya. (Pon)