Dewi Fortuna: Gerindra Tetap Jadi Oposisi

Senin, 29 Juli 2019 - Zaimul Haq Elfan Habib

MerahPutih.com - Pakar politik, Dewi Fortuna Anwar meyakini Partai Gerindra akan tetap menjadi oposisi meski telah terjalin pertemuan antara Prabowo Subianto dan Joko Widodo, dilanjut dengan Megawati Soekarnoputri.

"Begitu selesai kontestasi, itu setiap pihak kembali merajut silaturahmi," katanya ditemui usai bedah buku berjudul 'Revolusi, Diplomasi, Diaspora: Indonesia, Tiongkok dan Etnik Tionghoa 1945-1947', di Jakarta, Senin (29/7).

Baca Juga: PDIP Jelaskan Posisi Budi Gunawan di Pertemuan Mega-Prabowo

Menurut Dewi, pertemuan antara Prabowo-Jokowi, kemudian Prabowo-Megawati adalah suatu hal yang membuktikan silaturahmi berjalan baik dan itu bagian dari aturan main demokrasi.

Pakar politik, Dewi Fortuna Anwar. (Antaranews)
Pakar politik, Dewi Fortuna Anwar. (Antaranews)

Makanya, ia mengaku heran ketika pertemuan-pertemuan itu diartikan seolah-olah kelompok yang tadinya mendukung Prabowo akan bergabung dalam koalisi, termasuk Gerindra.

Ia memperkirakan Gerindra akan tetap berada di oposisi, utamanya sebagai komandan di kubu oposisi untuk memastikan pemerintahan berjalan dengan prinsip demokrasi melalui 'check and balances'.

"Kalau menurut saya, Pak Prabowo akan tetap berada di oposisi. Karena justru tidak 'dignified' bagi Pak Prabowo jika bergabung dalam pemerintahan Jokowi," katanya dikutip dari Antara.

Baca Juga: Elite Gerindra Bocorkan Posisi Jokowi di Pertemuan Prabowo-Mega

Diakui dia, perpolitikan di Indonesia selama ini memang agak berbeda dengan negara-negara demokrasi lainnya, terutama dinamika koalisi partai-partai yang sangat cair.

"Ketika Pak SBY pada periode keduanya, banyak partai yang tadinya di luar. Kemudian, bergabung dalam koalisi besar sehingga tidak heran jika banyak orang yang berspekulasi begitu," katanya.

Namun, Dewi mengingatkan bahwa silaturahmi politik itu baik dan penting dijaga, sementara kerja sama untuk membangun bangsa Indonesia penting juga adanya.

Bagi pihak pemenang, kata dia, tidak "ngasorake", atau istilahnya merendahkan pihak yang kalah, sedangkan pihak yang kalah juga harus mengakui dan menerima kenyataan.

"Jadi, jangan selalu diartikan siapa ini yang masuk koalisi. Saya melihatnya dua hal yang berbeda," katanya. (*)

Baca Juga: Temui Surya Paloh, Isu Ambisi Anies Maju di Pilpres Bukan Isapan Jempol

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan