Defisit Anggaran Bakal Capai Rp 698 Triliun di 2026, Menkeu Pede Tarik Utang Berkurang
Selasa, 23 September 2025 -
MerahPutih.com - DPR telah mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) APBN 2026 menjadi Undang-Undang dengan desain defisit Rp 698,15 triliun atau setara 2,68 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).
Pendapatan negara ditargetkan sebesar Rp 3.153,58 triliun, terdiri dari penerimaan perpajakan Rp 2.693,71 triliun, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) Rp 459,2 triliun, dan hibah Rp 660 miliar.
Belanja negara ditetapkan sebesar Rp 3.842,72 triliun, terdiri atas belanja pemerintah pusat Rp 3.149,73 triliun dan transfer ke daerah Rp 692,99 triliun.
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa berencana mengurangi penarikan utang pada tahun depan dan mengganti strategi pertumbuhan dari mengandalkan utang menjadi berbasis pendapatan.
Baca juga:
Meterisasi 16 Ribu PJU Butuh Rp 60 Miliar, Pemkot Solo Terpaksa Ngutang ke Bank
"Kalau saya lihat ke depan, harusnya kita tidak akan terpaksa menambahkan utang lebih. Karena saya akan mendorong pertumbuhan ekonomi lebih cepat, sehingga dengan APBN yang sama, saya akan medapatkan pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat dan pendapatan pajak yang lebih tinggi,” ujar Purbaya saat ditemui usai menghadiri Rapat Paripurna DPR RI ke-5 di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (23/9).
Menkeu menyatakan, pengelolaan uang yang baik, di mana uang pemerintah tidak mengganggu ekonomi, akan mendorong tambahan ke pertumbuhan ekonomi yang kemudian secara otomatis juga berdampak pada serapan penerimaan negara.
Berdasarkan perhitungannya, dengan pertumbuhan ekonomi naik sebesar 1 persen, dia bisa mendapatkan tambahan penerimaan negara mencapai Rp 220 triliun. Sama halnya, bila pertumbuhan ekonomi bertambah 0,5 persen, maka potensi tambahan penerimaan sebesar Rp 110 triliun.
“Jadi, itu yang kita kejar-kejar nanti,” tambah Purbaya.
Purbaya mengaku menerima masukan dari anggota DPR RI untuk mengelola utang dengan bijak serta berprinsip countercyclical.
Artinya, lanjut ia, bila ekonomi berjalan dalam laju yang kencang, maka penarikan utang perlu ditekan. Utang hanya ditarik ketika perekonomian membutuhkan stimulus untuk mendongkrak kembali pertumbuhan.
Hal itu menandakan batasan penarikan utang tidak bersifat kaku melainkan bergantung pada kondisi ekonomi.
Purbaya yakin tidak akan menarik utang besar pada tahun anggaran 2026. Malah, percaya diri utang yang diterbitkan nanti bisa lebih rendah dari target yang dipatok pada APBN 2026.
“Nanti kita lihat semester pertama tahun depan bagaimana realisasi pertumbuhan ekonominya,” ujarnya.