Dari Penumpas G30S PKI hingga Pahlawan Nasional: Jejak Perjuangan Sarwo Edhie Wibowo

Senin, 10 November 2025 - Ananda Dimas Prasetya

MerahPutih.com - Jenderal (Purn) Sarwo Edhie Wibowo resmi menambah daftar panjang perwira TNI yang dianugerahi gelar Pahlawan Nasional.

Penganugerahan gelar tersebut dilakukan oleh Presiden Prabowo Subianto dalam upacara peringatan Hari Pahlawan Nasional, Senin (10/11) di Istana Negara, Jakarta.

Sarwo Edhie dikenal sebagai tokoh militer yang berperan penting dalam sejarah Indonesia, khususnya dalam penumpasan pemberontakan Gerakan 30 September (G30S) PKI.

Ia juga merupakan ayah kandung Kristiani Herrawati Yudhoyono (almarhumah Ani Yudhoyono), sekaligus ayah mertua Presiden ke-6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), dan kakek dari Menko Bidang Infrastruktur dan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).

Perjalanan Hidup dan Karier Militer Sarwo Edhie

Sarwo Edhie Wibowo lahir pada 25 Juli 1925 di Desa Pangenjuru, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah.
Di usia muda, ia bergabung sebagai prajurit Pembela Tanah Air (PETA) pada tahun 1942, dan setelah Indonesia merdeka, ia turut serta dalam Badan Keamanan Rakyat (BKR).

Karier militernya terus menanjak. Sarwo Edhie dipercaya menjadi Komandan Batalion di Divisi Diponegoro (1945–1951), lalu menjabat Komandan Resimen Divisi Diponegoro (1951–1953).

Namun, peran paling besar dalam perjalanan kariernya datang ketika ia menjadi Komandan Resimen Pasukan Komando Angkatan Darat (RPKAD) dan terlibat langsung dalam penumpasan G30S/PKI pada tahun 1965.

Baca juga:

Soeharto Ditetapkan Sebagai Pahlawan Nasional, dari Prajurit PETA hingga Presiden 32 Tahun

Peran Kunci dalam Penumpasan G30S/PKI

Keterlibatan Sarwo Edhie dimulai ketika Soeharto, yang saat itu menjadi Panglima Kostrad, mengirim Kolonel Herman Sarens Sudiro untuk mengabarkan situasi Jakarta dan posisi Soeharto sebagai pimpinan sementara Angkatan Darat.

Setelah mendengar kabar tersebut, Sarwo Edhie menyatakan kesetiaannya kepada Soeharto, dan segera berangkat ke Jakarta.

Ia tiba di Markas Kostrad pada 1 Oktober 1965, dan menerima perintah langsung untuk menguasai kembali Radio Republik Indonesia (RRI) serta gedung telekomunikasi.

Tugas berikutnya adalah merebut Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, yang saat itu menjadi basis kelompok Letkol Untung.

Dalam operasi militer yang berlangsung cepat pada 2 Oktober 1965, pasukan RPKAD di bawah komando Sarwo Edhie berhasil menguasai Halim hanya dalam waktu empat jam.

Setelah itu, Sarwo Edhie mendampingi Soeharto dalam pertemuan di Bogor dengan Presiden Soekarno.
Pada 16 Oktober 1965, Soeharto resmi diangkat menjadi Panglima Angkatan Darat, dan Sarwo Edhie ditugaskan untuk menangani dan menumpas kekuatan PKI di Jawa Tengah.

Peran tersebut menjadikan Sarwo Edhie sebagai salah satu figur militer paling berpengaruh dalam konsolidasi politik nasional pada masa awal Orde Baru.

Baca juga:

Dari Pabrik Porong ke Istana Negara, Profil dan Perjuangan Marsinah hingga Ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional

Jabatan Strategis dan Pengabdian di Akhir Karier

Usai masa penugasan militer aktifnya, Sarwo Edhie menduduki berbagai jabatan strategis di pemerintahan dan diplomasi, antara lain:

Pengabdian panjangnya di dunia militer dan pemerintahan menjadi bagian penting dalam sejarah pembentukan sistem pertahanan dan politik Indonesia modern. (Knu)

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan