Ayat Krusial Syarat Gubernur DI Yogyakarta, Calon Bukanlah Kader Partai
Sabtu, 23 Juli 2016 -
MerahPutih Nasional - Mantan Ketua Panja Komisi II DPR, Abdul Hakam Naja, menegaskan dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Keistimewaan DI Yogyakarta mengalami banyak perdebatan panjang. Menurutnya, ada banyak pasal krusial yang mengharuskan pembahasan panja memakan waktu lama.
Abdul Hakam Naja menjelaskan, salah satu poin krusial tersebut ialah ayat tentang syarat calon gubernur. “Syarat calon gubernur DI Yogyakarta bukan kader partai, ini salah satu poin krusial waktu itu. Syarat jadi gubernur itu bukanlah kader partai,” kata Hakam kepada merahputih.com, menjelaskan ihwal peringatan pengesahan UU Keistimewaan, melalui sambungan telepon, Minggu (17/7).
Perdebatan muncul karena Sri Sultan Hamengkubuwono sebelum disahkannya UU Keistimewaan diketahui aktif sebagai kader partai. Hal ini memicu apakah poin dalam ayat syarat calon gubernur harus ditetapkan bersih dari kepartaian.
Sebelumnya, Sri Sultan Hamengkubuwono yang saat ini telah menjadi Sri Sultan Hamengkubawono merupakan kader Partai Golongan Karya (Golkar). Bahkan, ketika di Golkar, pada Pilpres 2009, Sri Sultan sempat digadang-gadang maju sebagai calon presiden. Dari Golkar, Sri Sultan menginisiasi pendirian organisasi massa Nasdem bersama Surya Paloh, yang kini telah menjadi partai politik.
“Pada waktu itu, yang bersangkutan sudah menyatakan sudah mengundurkan diri dari parpol. Jadi sudah tidak aktif lagi ketika ditanya,” papar Hakam Naja.
Sri Sultan Hamengkubuwono X menjabat sebagai Gubernur DI Yogyakarta sejak 1998, menggantikan Paku Alam VIII yang telah wafat. Tahun 2003 ia dipilih kembali dengan didampingi Paku Alam XI hingga masa jabatannya pada tahun 2008. Dalam penetapan Gubernur DI Yogyakarta periode 2008-2011 dan 2011-2012, dan 2012 hingga saat ini ia masih menduduki kursi nomor satu di Provinsi DI Yogyakarta. (Fre)
BACA JUGA: