Awas ! Bicara Tanpa Fakta, Kena 4 Tahun Penjara dan Denda Rp 750 juta
Senin, 28 November 2016 -
Bicara sembarangan tanpa fakta di media sosial, menyebarkan materi atau foto-foto yang memiliki muatan terlarang, mulai hari ini Senin (28 November 2016) bakalan terkena sanksi maksimal 4 tahun penjara dan denda maksimal Rp750 juta.
Sanksi itu merupakan perwujudan revisi UU ITE yang memiliki 7 muatan materi, dan disahkan 27 Oktober lalu.
Terkait penyebarluasan informasi atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang dilarang dalam UU ITE ini, Wakil Ketua Komisi I TB Hasanuddin seperti dikutip Kini.co.id menegaskan pemerintah memiliki wewenang untuk mencegah agar tidak terulang.
“Untuk itu pemerintah berwenang memutus akses dan atau memerintahkan penyelenggara sistem elektronik untuk memutus akses informasi elektronik dan atau sistem elektronik yang memiliki muatan yang melanggar hukum,” jelas TB Hasanuddin.
Perubahan sanksi pidana juga menjadi catatan Panja RUU Revisi UU ITE.
Perubahan itu dianggap penting, karena dengan ancaman sanksi pidana penjara 4 tahun, pelaku tidak serta-merta dapat ditahan oleh penyidik,” seru TB Hasanuddin kepada media.
Tapi yang patut diingat, delik untuk UU ITE ini merupakan delik aduan bukan delik umum. Dan hal itu tertuang dalam materi ke enam UU ITE.
"Menambahkan Right to be Forgotten, yaitu kewajiban menghapus konten yang tidak relevan bagi penyelenggara sistem elektronik. Pelaksanaannya dilakukan atas permintaan orang yang bersangkutan berdasarkan penetapan pengadilan."
Lengkapnya 7 muatan materi pokok UU ITE tersebut adalah:
1. Menambahkan sejumlah penjelasan untuk menghindari multi tafsir terhadap ketentuan penghinaan/pencemaran nama baik pada Pasal 27 ayat 3.
2. Menurunkan ancaman pidana pencemaran nama baik, dari paling lama 6 tahun menjadi 4 tahun, dan denda dari Rp 1 miliar menjadi Rp 750 juta.
Selain itu juga menurunkan ancaman pidana kekerasan Pasal 29, sebelumnya paling lama 12 tahun, diubah menjadi 4 tahun dan denda Rp 2 miliar menjadi Rp 750 juta.
3. Melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi atas Pasal 31 ayat 4 yang amanatkan pengaturan cara intersepsi ke dalam UU, serta menambahkan penjelasan pada ketentuan Pasal 5 ayat 1 dan 2 mengenai informasi elektronik sebagai alat bukti hukum.
4. Sinkronisasi hukum acara penggeledahan, penyitaan, penangkapan, dan penahanan dengan hukum acara dari Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
5. Memperkuat peran Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) UU ITE untuk memutuskan akses terkait tindak pidana TIK.
6. Menambahkan Right to be Forgotten, yaitu kewajiban menghapus konten yang tidak relevan bagi penyelenggara sistem elektronik. Pelaksanaannya dilakukan atas permintaan orang yang bersangkutan berdasarkan penetapan pengadilan.
7. Memperkuat peran pemerintah untuk mencegah penyebarluasan konten negatif di internet, dengan menyisipkan kewenangan tambahan pada ketentuan Pasal 40. (BES/dsyamil)
BACA JUGA