AR Baswedan, Peletak Persatuan Peranakan Arab Bertanah-Air Indonesia
Rabu, 04 Oktober 2017 -
SEORANG pemuda keturunan Arab mengenakan beskap dan blangkon, menyerukan kepada kaumnya agar bersatu membantu perjuangan bangsa Indonesia. Sosok pemuda bernama Abdul Rahman Baswedan tersebut terpampang pada surat kabar Peranakan Tionghoa, Matahari,1 Agustus 1934.
Lelaki kelahiran 11 September 1908, tak jera membuat panas telinga penguasa Hindia Belanda.
Selain berseru agar membantu perjuangan bangsa Indonesia, pada Konferensi Peranakan Arab, 4 Oktober 1934, AR Baswedan menyatakan bahwa tanah air Peranakan Arab bukan Jazirah Arab, melainkan Indonesia. Dia dan beberapa tokoh pada konferensi tersebut tanpa ragu mendeklarasikan Sumpah Pemuda Indonesia Keturunan Arab bertujuan untuk menyetujui dan mengikuti Sumpah Pemuda Indonesia, tanggal 28 Oktober 1928.
Sebagai tindak lanjut sumpah tersebut, mereka lantas membentuk Persatuan Arab Indonesia (PAI) sebagai wadah pergerakan. AR Baswedan terpilih sebagai ketua. Dia dikenal pandai meredakan konflik di antara kelompok keturunan Arab.
Penggalangan persatuan keturunan Arab, melalui PAI, sedikit-banyak mendapat pengaruh dari jejak kaum keturunan Tionghoa kala membentuk Partai Tionghoa Indonesia (PTI), dengan poros nasionalis. Dia pun bergaul dekat dengan tokoh-tokoh Tionghoa, seperti Liem Koen Hian, pendiri PTI.
Liem merupakan mitra kerjanya di surat kabar Sin Tit Po. Di sana, AR Baswedan mengasuh rubrik “Abunawas” mendedah kisah berisi kritikan dengan mengambil kejadian-kejadian di Hindia Belanda.
Selepas Sin Tit Po, Baswedan bergabung bersama Soeara Oemoem pada 1933, dengan redaktur Soetomo, tokoh Boedi Oetomo. Dia hanya bertahan setahun, lantas pindah ke harian Matahari, sebelum aktif dalam menggalang persatuan komunitas Arab.
Karier politiknya terus melesat. Baswedan menjadi wakil Peranakan Arab dalam Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Di pengujung 1945, dia menjadi anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dan menjabat Menteri Muda Penerangan dalam kabinet Sutan Sjahrir III.
Peran tak kalah penting dilakoni Baswedan saat tergabung sebagai anggota misi diplomatik Indonesia ke Kairo, Mesir, guna memperjuangkan pengakuan dunia internasional atas kemerdekaan Indonesia.
Dia adalah sosok lengkap: wartawan, politikus, diplomat, bahkan budayawan.
“Kakek A.R Baswedan sebenarnya termasuk golongan ulama atau pedagang. Meskipun kakek dan kebanyakan banyak saudaranya hidup sebagai pedagang, tetapi pekerjaan ini tidak pernah terlintas dalam hatinya. Sejak kecil, ia bahkan tak menyenangi pekerjaan tersebut,” tulis Sutarmin dalam Abdul Rahman Baswedan: Karya dan Pengabdiannya.(*) Achmad Sentot
Baca pula artikel berkait Peranakan Arab di Indonesia:
SEJARAH HARI INI: Konferensi Peranakan Arab Mendeklarasikan Sumpah Pemuda Indonesia Keturunan Arab