9 Legenda Sepakbola yang Tidak Pernah Angkat Trofi Piala Dunia
Senin, 18 Juni 2018 -
MerahPutih.com - Bermain di Piala Dunia dan mengangkat trofi juara merupakan puncak karier pesepakbola profesional. Terlebih trofi yang diraih itu membawa nama negara. Entah itu Piala Eropa, Cipa America, dan di atas itu semua tentu saja Piala Dunia.
Sebagai pemain, bisa mengangkat trofi di akhir kompetisi menjadi teramat membanggakan dan memuaskan, apalagi jika sang pemain memiliki status pemain hebat.
Tentu saja tak semua pemain hebat yang bisa menyempurnakan kariernya dengan meraih trofi, khususnya Piala Dunia. Namun, tak dimungkiri, kegagalan menjadi juara dunia bisa dianggap sebagai noda di tengah nama besar sang pemain.
Pada Piala Dunia 2018, paling tidak ada dua pemain yang bisa saja mencatatkan nama mereka dalam sejarah sebagai legenda tanpa trofi Piala Dunia. Mereka adalah Lionel Messi dan Cristiano Ronaldo.
Meraih sukses internasional membutuhkan kombinasi dari kerja tim, keberuntungan, dan kecerdasan individu. Menjadi pemain hebat bukan berarti jaminan mengangkat trofi. Berikut pemain hebat yang gagal memenangkan turnamen internasional.
Oliver Kahn (Jerman)
Siapa yang tak mengenal Oliver Kahn, kiper tangguh dengan tongkrongan sangar ini sudah menjadi legenda sepak bola Jerman, bahkan Dunia. Kahn merupakan salah satu pemain Jerman tersukses dan paling konsisten.
Sayangnya, Khan hadir di masa yang salah. Kahn berada pada waktu dimana Jerman sedang kekeringan prestasi di tingkat internasional.
Kahn memulai kiprahnya sebagai kiper timnas Jerman pada 1994 saat die Mannschaft membutuhkan tambahan tenaga. Pada Piala Dunia 1998, kiper pilihan pertama Jerman, Andreas Kopke memutuskan pensiun dari timnas. Kahn pun mengambil alih peran tersebut.
Pada Piala Dunia 1998, Jerman tampil mengecewakan. Empat tahun kemudian, Piala Dunia 2002 menjadi turnamen yang mengangkat pamor Kahn. Kiper berjuluk Gorila ini tampil menawan meski Jerman tampil tak konsisten.
Di ajang inilah Kahn mencatat lima clean sheet, meski akhirnya dua kali dibobol Brasil di partai puncak. Di akhir turnamen, Kahn terpilih menjadi pemain terbaik. Ini merupakan pertama kalinya sepanjang sejarah Piala Dunia, penghargaan Bola Emas disambar seorang kiper.
Pemain yang menjadi kiper terbaik Eropa empat tahun beruntun dari 1999-2002 ini gagal mengangkat trofi Piala Dunia hingga akhir kariernya. Kahn pensiun setelah 86 kali tampil membela Jerman.
Memang, pada 1996 Kahn ada dalam skuat Jerman yang menjuarai Piala Eropa. Namun, Kahn selalu duduk di bangku cadangan mengingat posisi kiper utama masih menjadi milik Kopke.
Michael Ballack
Di masa jayanya, Michael Ballack merupakan salah satu gelandang terbaik di dunia. Ballack dikenal dengan umpan-umpan jauh akurat, kesuburannya dalam mencetak gol, eksekutor bola mati, dan kemampuannya menguasai lapangan tengah.
Tak heran jika Ballack sempat dipercaya menjadi kapten die Mannschaft. Namun, di sisi lain Ballack dikenal juga sebagai salah satu pemain yang selalu tak beruntung di final.
Sepanjang kariernya, Ballack gagal meraih trofi internasional meski beberapa kali nyaris mendapatkannya. Mantan pemain Bayern Munchen dan Chelsea ini tampil di final Piala Dunia 2002 dan Piala Eropa 2008, dua-duanya gagal.
Jerman dikalahkan Brasil pada partai puncak Piala Dunia 2002. Sedangkan di Euro 2008, Jerman takluk di tangan Spanyol. Sedangkan pada Piala Dunia 2006, Ballack yang menjadi kapten, hanya bisa membawa timnas Jerman meraih peringkat ketiga.
Untungnya prestasi Ballack di level klub berbeda dengan saat membela timnas Jerman. Di klub, Ballack empat kali menjadi juara Bundesliga dan sekali Premier League.
Roberto Baggio (Italia)
Tak ada yang menyangkal jika menyebut Roberto Baggio sebagai salah satu pemain paling jenius yang pernah dilahirkan Italia. Permainannya yang elegan mengundang decak kagum dunia.
Baggio pun menyandang predikat sebagai salah satu pemain hebat Italia meski sepanjang kariernya acap dibekap cedera, khususnya pada lutut kanannya. Tampi di klub manapun Baggio muncul menjadi legenda.
Amat disayangkan, kehebatan Baggio di atas lapangan tak terbayar dengan trofi di kancah internasional. Pada Piala Dunia 1990 di tanah sendiri, Baggio dan Italia hanya bisa finis di peringkat ketiga.
Empat tahun berikutnya pada Piala Dunia 1994 di Amerika Serikat, petaka itu datang. Tampil apik sepanjang turnamen, Baggio kemudian menjadi pemain yang mengagalkan ambisi Italia menjadi kampiun. Peraih Ballon d'Or 1993 itu gagal menjadi eksekutor pada adu penalti di partai puncak kontra Brasil.
Sepanjang berkarier, Baggio mencetak 223 gol dalam 489 penampilan. Sedangkan saat berkostum Azzurri, Baggio menyumbang 26 goals from 57 appearances for Italy. And he was a legend to one and all who watched him play.
Dennis Bergkamp (Belanda)
Mantan pemain Ajax Amsterdam dan Arsenal ini merupakan salah satu penyerang terbaik sejagat. Dennis Bergkamp adalah contoh seorang penyerang dengan penguasaan teknik tinggi.
Bergkamp memulai karier bersama Ajax. Di klub inilah dia mendapatkan bimbingan langsung dari legenda Belanda, Johan Cruyff. Bergkamp ikut berandil saat Ajax lima kali menjadi juara dalam tujuh musim, menyumbang 122 gol dalam 237 laga sebelum pindah ke Arsenal setelah sejenak mampir di Inter Milan.
Bersama Arsenal, Bergkamp melejit dan disebut-sebut sebagai salah satu pemain asing terbaik yang pernah merumput di tanah Inggris. Bersama The Gunners dia tiga kali menjadi juara Premier League dan empat Piala FA. Total 120 gol dibuat Bergkamp sepanjang 11 tahun bersama Arsenal.
Meski selalu tampil membela Belanda di semua turnamen utama, Piala Eropa dan Piala Dunia sejak 1990 hingga 2000, Bergkamp selalu gagal mengangkat trofi. Pencapaian tertingginya hanya mencapai semifinal, dua kali di Euro (1992 dan 2000) dan sekali di Piala Dunia, pada 1998.
Luis Figo (Portugal)
Luis Figo adalah salah satu pemain besar pada generasinya dan salah satu pemain Portugal terhebat sepanjang masa. Permainan cepatnya, kecerdasannya, skillnya, dan kepiawaiannya melepaskan bola silang menjadikannya momok bagi lawan.
Salah satu anggota Generasi Emas Portugal ini mengecap banyak sukses di level klub. Dia menjadi satu dari sedikit pemain yang sukses bersama Barcelona dan Real Madrid. Sukses dilanjutkannya saat memperkuat Inter Milan.
Sebanyak lima kali Figo menjadi juara La Liga, sekali Liga Champions, empat Serie A. Di level personal, Figo meraih Ballon d’Or dan menjadi bagian FIFA World Cup All-Star team pada 2006.
Di level internasional, Figo mencatat prestasi cemerlang bersama tim muda Portugal dengan memenangi Kejuaran Eropa U-17 pada 1989 dan Piala Dunia U-20 pada 1991. Namun pencapaian itu tak berlanjut di tingkat senior.
Pencapaian terbaik Figo bersama Portugal hanya finis di peringkat keempat pada Piala Dunia 2006.
Paolo Maldini (Italia)
Paolo Maldini sukses menjuarai Liga Champions lima kali namun tak sekalipun juara bersama timnas Italia.
Maldini adalah salah satu pemain bertahan terbesar yang pernah menghiasi dunia sepak bola. Dia mampu menggabungkan keanggunan dan kecerdasan saat mengawal pertahanan. Maldini jarang melakukan tekel dan lebih mengandalkan kemampuannya dalam membaca permainan.
Maldini bermain untuk AC Milan dari 1985 hingga 2009 dan menjadi kapten selama lebih dari satu dekade. Karier klubnya dengan AC Milan penuh dengan trofi; lima gelar Liga Champions, tujuh gelar Serie A, satu Coppa Italia, dua Piala Interkontinental, dan Piala Dunia Antarklub.
Untuk semua kualitas yang dimiliki, Maldini tidak pernah mencicipi rasanya memenangkan trofi internasional bersama Italia. Maldini hampir memenangkannya dalam beberapa kesempatan, termasuk pada Piala Dunia 1994. Namun Italia gagal usai kalah adu penalti oleh Brasil di final.
Johan Cruyff (Belanda)
Johan Cruyff bisa dibilang merupakan salah satu pemain terbaik dalam sejarah sepak bola Eropa. Dia adalah personifikasi Total Football untuk Ajax dan Barcelona pada 1970-an.
Dia memenangkan banyak trofi dalam kariernya. Tak hanya itu, Cruyff juga memenangkan banyak penghargaan ketika menjadi manajer.
Karier klub Cruyff bersinar dengan koleksi sembilan gelar Eredivisie, tiga Piala Eropa, satu gelar La Liga, dan satu Copa del Rey. Dia juga telah memenangkan tiga Ballons d'Or.
Namun Cruyff tidak merasakan kesuksesan serupa di kancah internasional. Cruyff dan Belanda nyaris berjaya di Piala Dunia 1974. Namun, Belanda yang disebut sebagai tim terbaik dunia lewat permainan menyerangnya takluk 1-2 di tangan tuan rumah Jerman Barat.
Empat tahun kemudian, secara mengejutkan Cruyff mundur dari skuat Belanda dan absen di Piala Dunia 1978. Banyak yang berpendapat, Belanda bisa menjadi juara jika Belanda saat itu diperkuat Cruyff. Belanda dikalahkan tuan rumah Argentina di partai puncak.
Eusebio (Portugal)
Eusebio dianggap sebagai pesepak bola terbaik yang pernah ada di Portugal. Dia dilahirkan di Mozambik tapi kemudian pindah ke Portugal saat remaja. Nama Eusebio mengilap saat bermain bersama raksasa Portugal, Benfica. Di klub ini dia mengukir catatab fenomenal dengan 317 gol dari 310 pertandingan.
Bersama Benfica, Eusebio memenangkan 11 gelar liga, lima Piala Portugal, dan Piala Champions. Dia juga menjadi pencetak gol terbanyak Liga Portugal selama tujuh musim dan pemenang Sepatu Emas Eropa dua kali. Pada 1965, Eusebio dianugerahi Ballon d'Or.
Namun catatan emas bersama Benfica tak berlanjut saat bersama timnas Portugal. Eusebio hanya tampil pada Piala Dunia 1966. Kala itu kiprah Portugal sangat mengesankan sebelum akhirnya tersingkir di semifinal, kalah dari tuan rumah Inggris yang kemudian menjadi juara.
Ferenc Puskas (Hungaria/Spanyol)
Ferenc Puskas adalah salah satu pencetak gol terbesar sepanjang masa. Dia mencetak 514 gol dalam 529 pertandingan di level klub dan 84 gol dalam 85 pertandingan bersama Hungaria.
Di ranah sepak bola, Puskas bisa dikatakan sebagai pemain yang memperkenalkan apa yang disebut 'deep-lying centre-forward' atau 'second striker'. Puskas adalah kapten timnas Hungaria yang menyihir dunia di era 1950-an.
Hungaria tampil di Piala Dunia 1954 dengan modal tak terkalahkan dalam 32 laga dalam rentang lebih dari lima tahun. Pada Piala Dunia 1954, Puskas sempat keluar karena cedera pada pertandingan kedua. Namun dia kembali pada laga final di Bern. Di final, Hungaria jauh diunggulkan daripada lawan mereka Jerman Barat. Terbukti di lapangan saat Hungaria mempimpin 2-0.
Namun, Jerman Barat mampu bangkit dari ketertinggalan dan akhirnya menang 3-2 lewat sebuah pertandingan seru. Jerman mampu mencatat keajaiban pada laga yang kemudian dilabel dengan sebutan Miracle of Bern itu.
Puskas tidak pernah mewakili Hungaria lagi di Piala Dunia setelah hijrah ke Spanyol. Di negara barunya, Puskas bermain untuk Real Madrid dan membentuk kemitraan dengan Alfredo Di Stefano. El Real mendominasi kompetisi domestik dan Eropa. Bersama Madrid Puskas memenangkan lima gelar liga berturut-turut dan tiga gelar Liga Champions. Dia juga menjadi pencetak gol terbanyak Liga Spanyol (Pichichi) empat kali dari lima musim dari 1959 hingga 1964.
Di Piala Dunia 1962 Puskas memang mewakili Spanyol. Tapi dia tidak bisa mencetak satu gol pun di ajang ini. Spanyol sendiri tersingkir di babak grup. (*/Bolaskor)