Vaksin Sinovac Dinilai Punya Tingkat Efikasi 65,3 Persen


Vaksin Sinovac punya tingkat efikasi 65,3% (Foto: pixabay/alexandra_koch)
VAKSIN COVID-19 buatan Sinovac Biotech memiliki tingkat efikasi 65,3 persen. Hal itu disampaikan oleh Kepala Divisi Penjamin Mutu dan Regulasi PT Biofarma, Jeni Treshnabudhi.
Tingkat efikasi mungkin masih terdengar asing di telinga masyarakat umum. Mengenai hal itu, Jeni menjelaskan bahwa bila vaksin memiliki tingkat efikasi 65,3 persen, artinya peluang seseorang terkena COVID-19 turun sebanyak 65,3 persen.
"Dengan kita melakukan vaksinasi, kemungkinan kita terpapar menjadi sakit karena COVID-19 turun sebanyak 65,3 persen. Jadi, 5M tetap berlaku karena vaksinasi tidak menjamin 100 persen kita tidak akan terinfeksi virus penyebab COVID-19," kata Jeni mengutip laman Antara.
Baca Juga:
Tetap Disiplin Terapkan Protokol Kesehatan meski Vaksin sudah Tersedia

Jeni juga mengatakan dengan memiliki antibodi, tubuh kamu masih bisa bertahan meski terpapar COVID-19. Biasanya gejala yang mungkin timbul tidak berat, melainkan ringan atau sedang.
Untuk saat ini, tim peneliti masih memantau sejauh mana antibodi dalam tubuh yang telah divaksin bisa bertahan serta menetralisir virus.
Mengenai hal itu, data terkini menunjukkan, antibodi di dalam tubuh tersedia dalam jumlah cukup meskipun ada penurunan. "Nanti akan dilihat data setelah enam bulan, satu tahun apa yang terjadi dengan level antibodi protektif ini," jelas Jeni.
Sementara itu, Jeni menjelaskan apabila terjadi penurunan hingga kurun waktu tertentu, maka dibutuhkan booster berikutnya untuk menaikkan kembali antibodi ke level protektif.
Soal efek samping, Jeni menyampaikan jarang yang termasuk kategori berat. Tapi, khusus Sinovac yang menggunakan aluminium hidroksida, Jeni mengingatkan para calon penerima vaksin yang memiliki riwayat alergi untuk berhati-hati.
Sejauh ini, efek samping setelah divaksin terbanyak berupa nyeri dan pegal di lokasi suntikan. Beberapa juga merasa letih.
Mengenai keberhasilan penurunan kasus COVID-19 di Tanah Air, Jeni memprediksi kondisi tersebut bisa terjadi. Yang terpenting program vaksinasi nasional bisa mencakup 70% penerima dalam waktu 15 bulan.
Terkait vaksin di Indonesia, Dirjen SDPPI Kemenkominfo dan Tim Vaksin Nasional, Ismail menjelaskan bahwa vaksin di Indonesia terbagi dua.
Baca Juga:
Pertama yakni vaksin gratis dan yang kedua vaksin gotong royong. Ismail menuturkan bahwa fokus saat ini pada vaksin gratis yang diberikan berdasarkan tahap vaksinasi sesuai kategori.
Sementara itu, untuk vaksin gotong royong dikabarkan masih dalam pembahasan, termasuk penetapan harga oleh pemerintah.
"Untuk vaksin gotong royong akan dilakukan berikutnya tetapi berbeda dari yang lima (vaksin gratis yakni dari Sinovac, Novavac, Gavi, AstraZeneca dan Pfizer), harga akan ditentukan kemudian, siapa yang akan divaksin diprogram pemerintah," jelas Ismail.
Nantinya alur pelayanan vaksinasi bagi masyarakat, melalui empat tahapan, yang dimulai dari pendaftaran di meja pertama. Di meja tersebut, calon penerima vaksin diwajibkan menunjukan e-ticket untuk verifikasi data yang dilakukan dengan menggunakan aplikasi Pcare.

Kemudian, di meja kedua, petugas kesehatan akan melakukan ammnesa serta pemeriksaan fisik sederhana. Hal itu dimaksudkan untuk melihat kondisi kesehatan dan mengidentifikasi kondisi penyerta.
Selanjutnya, petugas akan memberikan vaksinasi secara intra muskular sesuai dengan prinsip penyuntikan aman. Lalu mencatat merek atau jenis dan nomor batch vaksin yang diberikan.
Kemudian, pada meja keempat, petugas akan mencatat hasil pelayanan vaksinasi ke aplikasi PCare. Nantinya, si penerima vaksin diobervasi selama kurang lebih 30 menit untuk melihat kemungkinan KIPI atau kejadian ikutan pasca imunisasi.
Setelah itu, petugas kesehatan akan memberikan penyuluhan tentang 3M dan vaksinasi COVID-19. Setelahnya memberikan kartu vaksinasi kepada penerima vaksin. (ryn)
Baca Juga:
Sejumlah Negara Pakai Eventbrite untuk Jadwalkan Vaksin COVID-19, Apa Itu?
Bagikan
Berita Terkait
Pemerintah Jemput Bola Vaksinasi Ribuan Hewan Peliharaan, Jakarta Targetkan Bebas Rabies

Pramono Tegaskan tak Ada Peningkatan Penyakit Campak

Dinkes DKI Catat 218 Kasus Campak hingga September, tak Ada Laporan Kematian

DPR Desak Pemerintah Perkuat Respons KLB Malaria di Parigi Moutong

Kecemasan dan Stres Perburuk Kondisi Kulit dan Rambut

Menkes AS Pecat Ribuan Tenaga Kesehatan, Eks Pejabat CDC Sebut Pemerintah Bahayakan Kesehatan Masyarakat

Intermittent Fasting, antara Janji dan Jebakan, Bisa Bermanfaat Juga Tingkatkan Risiko Kardiovaskular

Rencana Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Belum Dapat 'Lampu Hijau' DPR, Legislator Soroti Pentingnya Keadilan Sosial dan Akurasi Data Penerima Bantuan Iuran

Prabowo Janji Bikin 500 Rumah Sakit, 66 Terbangun di Pulau Tertinggal, Terdepan dan Terluar

Prabowo Resmikan Layanan Terpadu dan Institut Neurosains Nasional di Rumah Sakit Pusat Otak Nasional
